Pengadaan UPS Terjadi di Tahun Transisi, Lulung Curhat Dibully

Dalam persidangan kasus dugaan korupsi UPS, Lulung ditemani banyak pendukungnya.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 29 Jan 2016, 07:18 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2016, 07:18 WIB
20160104-Data Otentik Muktamar Jakarta-Haji Lululung-Dimyati Natakusumah-Faizal Fanani
Anggota DPRD Haji Lulung (tengah) bersama Dimyati Natakusumah menunjukan surat otentik muktamar di Kemenkumham, Jakarta (4/1). Kedatangannya untuk menjelaskan dan menyerahkan data otentik muktamar Jakarta kepada Menkumham. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPRD Abraham Lunggana alias Lulung mengaku tidak tahu menahu soal proyek Uninterruptable Power Supply (UPS). Sebab proyek itu terjadi di tahun transisi. Saat itu atau tepatnya 2014, ia tengah sibuk-sibuknya sebagai ketua partai dan mengurusi tugas-tugas partai.

"Saya tidak mengerti, karena dalam proses anggaran perubahan ada tahun politik, pileg dan pilpres, saya jadi ketua partai, jadi saya banyak tugas partai. 2014 itu tahun transisi," kata Lulung saat memberikan kesaksian untuk Alex Usman, terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan UPS 25 SMA/SMK pada Suku Dinas Pendidikan Menengah di Jakarta Barat pada APBD-P 2014, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 28 Januari 2016 malam.

Ia menuturkan, pembahasan anggaran saat itu hanya berlangsung 2 hari dengan sekian ribu kegiatan. Terlebih Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tidak ada pengadaan UPS.

"Kalau di KUA-PPAS tidak ada, kemudian dalam pembahasan anggaran di komisi saya tidak hadir, lalu di paripurna saya ambil sikap politik, tidak nandatangani," tutur Lulung.

Di persidangan yang diikuti oleh banyak pendukungnya, politikus PPP itu lantas curhat ke jaksa penuntut umum, dia menjadi korban bully. Terlebih lagi usai pertemuan di Kemendagri, di mana saat dirinya ditanya sebagai koordinator Komisi E.

"Saya ditanya, pak haji Anda koordinator Komisi E, saya nyeleneh sebut USB, saya dibully, jadi trending topik, saya tidak ngerti UPS itu," tutur Lulung.

Curhatan Lulung pun berlanjut. Dia juga merasa didiskriminasi. Lantaran dia mengaku tak mengerti UPS namun selalu dipaksa mengerti dan dianggap orang yang paham betul terkait proyek itu.

"Seperti ada diskriminasi, ada muatan politik, kemudian apa yang disampaikan kepada saya soal UPS, saya memang tidak mengerti. Di berita, saya diseret-seret supaya mengerti," ujar dia.

Kemudian ia juga mengaku menanyakan ke anggota lain yaitu Fahmi Zulfikar yang saat ini berstatus tersangka di Bareskrim Polri. Di situ dia mengetahui, Fahmi mengaku adanya titipan amplop untuknya.

"Fahmi sahabat saya sejak kecil. Saya tidak ngerti UPS, saya tanya, dia cerita saya ketitipan amplop yang programnya saya tidak tau," sambung dia.

Mendengar jawaban tersebut, JPU KPK langsung menanyakan soal amplop tersebut. Lulung pun ditanya amplop itu disampaikan ke siapa dan dari mana.

"Disampaikan ke saudara ketua komisi menurut beliau (Fahmi). Waktu itu saya tidak ngerti, pokoknya (amplop) dari dinas," Lulung menandaskan.

Dakwaan Alex Usman

Alex Usman, mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan alat Uninterruptible Power Supply (UPS) 25 SMA/SMK pada Suku Dinas Pendidikan Menengah di Jakarta Barat pada APBD Perubahan tahun 2014.

Dia didakwa melakukan korupsi tersebut bersama-sama dengan Harry Lo (Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima), Harjady (Direktur CV lstana Multimedia Center), Zulkarnaen Bisri (Direktur Utama PT Duta Cipta Artha), Andi Susanto, Hendro Setyawan, Fresly Nainggolan, Sari Pitaloka, serta Ratih Widya Astuti.

Tidak hanya itu, terdapat juga nama anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta yang juga selaku anggota Badan Anggaran, Fahmi Zulfikar Hasibuan, dan juga Ketua Komisi E DPRD DKl Jakarta, HM Firmansyah, yang didakwa bersama dengan Alex turut melakukan korupsi.

Atas perbuatannya, Alex didakwa jaksa telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau 3 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya