Liputan6.com, Jakarta - Fraksi PDI Perjuangan sebagai inisiator revisi UU KPK menyatakan Dewan Pengawas Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang akan segera dibentuk, harus diisi figur bersih dan bukan politisi.
"Dewan Pengawas KPK harus bebas dari parpol juga dari politisi, kita juga enggak mau KPK ini dijadikan alat kepentingan politik," kata anggota Fraksi PDIP Riska Mariska di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (17/2/2016).
Menurut Riska, semua lembaga negara memiliki lembaga pengawas, yang fungsinya untuk menjaga agar tidak melebihi kewenangannya dalam bekerja. Khusus untuk penyadapan, ia menambahkan, KPK tetap bisa melakukannya namun harus diatur.
"Lembaga manapun ada pengawasannya. Karena dalam 13 tahun KPK berjalan, tentu ada penyalahgunaan wewenang. Soal penyadapan, kita tidak cabut dan kita tetap perlu ada penyadapan dilakukan KPK," ujar Riska.
Baca Juga
Penyadapan, lanjut Riska, juga bisa dilakukan tanpa harus melalui izin dewan pengawas dalam hal-hal mendesak. "Semua UU mengatur itu ada penyadapan seperti terorisme dan lainnya," imbuh dia.
Riska mengaku sadar soal adanya elemen publik yang menolak revisi UU KPK karena dianggap revisi tersebut untuk melemahkan kinerja KPK. Namun, anggota Komisi III DPR ini menegaskan, tujuan pihaknya ingin merevisi UU bukan bertujuan untuk melemahkan KPK.
"Sebab, tidak ada kewenangan KPK yang ada selama ini dicabut. Kalau dari awasl revisi ini melemahkan KPK, tentu fraksi PDIP mendukung pemerintah menolak sejak awal," kata Riska.
Selain itu, Riska menuturkan, dalam perjalanannya ada yang kurang dari KPK. Untuk itu, pihaknya konsisten ingin melakukan revisi UU KPK tersebut.
"Kita tetap konsisten revisi UU KPK bukan ngotot ya, tapi pointnya bukan melemahkan. Tapi lebih ke kinerjanya KPK. Dalam perjalanannya kan memang ada hal-hal yang perlu diperbaiki," ucap Riska.
Hanura Curiga Aksi Penyadapan
Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana menambahkan, lembaga pengawas dibentuk bertujuan agar KPK bekerja sesuai prosedurnya. Sebab menurut dia, tidak ada yang bisa menjamin jika penyadapan yang dilakukan KPK selama ini murni independen.
"Siapa yang bisa menjamin bahwa penyadapan itu hanya berhubungan dengan kasus atau penyidikan yang sedang berlaku," kata pria yang akrab disapa Darus itu.
Anggota Komisi X DPR ini berujar, belajar dari pengalaman mantan Ketua KPK Abraham Samad yang pernah terjerat dalam pusaran politik saat Pilpres 2014 lalu.
Hal tersebut dinilainya sebagai penyalahgunaan Pimpinan KPK, padahal jelas bahwa KPK secara lembaga harus bersih dari unsur politis. "Kita punya pelajaran berharga ketika Abraham Samad memiliki ambisi politik menjadi wapres," papar dia.
Jadi di negara manapun, lanjut Darus, lembaga pemberantasan korupsi selalu punya pengawas. Hal tersebut bukan untuk mengkerdilkan, tetapi menjamin agar penyadapan itu sejalan dengan kepentingan penyidikan.
"KPK dengan kewenangan besar tanpa pengawas, akan cenderung sewenang-wenang," tandas Darus.