Manusia Katak dalam Got Istana

Selain membawa perangkat selam lengkap, pasukan katak juga dilengkapi dengan perangkat navigasi serta kamera bawah air.

oleh Luqman RimadiAudrey Santoso diperbarui 04 Mar 2016, 00:08 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2016, 00:08 WIB
20160303-Cari Biang Kerok Banjir, Pasukan Katak Sisir Gorong-gorong-Jakarta
Pasukan Katak TNI AL yang mengenakan atribut selam bersiap menyusuri gorong-gorong di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (3/3). Pasukan katak ini dilibatkan menyusul temuan kulit kabel yang ditemukan di gorong-gorong. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Berpakaian selam serba hitam, berhelm hitam, dan menggendong tabung oksigen hitam, 12 anggota Komando Pasukan Katak (Kopaska) menyelami gorong-gorong di Jalan Medan Merdeka Utara yang berada di sekitar Istana Merdeka, Jakarta Pusat.

Aksi pasukan katak dari Koarmabar Angkatan Laut itu dimulai pukul 08.30 WIB. Dengan dibantu oleh petugas dari Dinas Tata Air dan petugas Pelayanan Terpadu Prasarana dan Sarana Umum (PPSU), pasukan menyelam, dimulai dari aliran kali penghubung Jalan Abdul Muis.

Pasukan Katak TNI yang ahli menyelam dan kerap diperbantukan dalam mencari korban kecelakaan di dalam air ini sigap dan cekatan menelusuri gorong-gorong yang airnya hitam pekat dan berbau.

Komandan Detasemen IV Satuan Kopaska Koarmabar Kapten Laut Edy Tirtayasa mengatakan, 12 pasukan katak yang diturunkan ke dalam kali di sekitar Istana untuk memastikan keberadaan tumpukan bungkusan kulit kabel yang sebelumnya ditemukan di got raksasa atau gorong-gorong di sekitar Jalan MH Thamrin. Kulit kabel yang ditemukan tersebut dianggap menjadi salah satu biang kerok banjir di depan Istana Merdeka.

"Kami tidak tahu apakah ada kabel atau tidak, pastinya kami saat ini hanya melakukan pengecekan," ucap Edy di depan Istana Merdeka, Kamis 3 Maret 2016.

Pasukan katak TNI AL dilengkapi alat penerang menyusuri gorong-gorong di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (3/3). Pasukan katak ini dilibatkan menyusul temuan kulit kabel yang sebelumnya ditemukan di gorong-gorong. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Dia menyatakan, selain membawa perangkat selam lengkap, para penyelam dilengkapi dengan navigasi, penerang, serta kamera bawah air.

"Selain itu anggota kami juga melengkapi peralatan proteksi karena kita tidak tahu di bawah ini ada apa saja, apakah ada binatang yang membahayakan atau tidak. Karena ini kan sudah sangat lama," beber Edy.

Dari penelusuran yang dilakukan selama kurang lebih 1 jam, pasukan katak yang menyelam menyusuri aliran kali penghubung dari Jalan Abdul Muis menuju ke saluran gorong-gorong depan Istana Merdeka belum menemukan adanya benda-benda asing yang menghambat aliran air seperti tumpukan pembungkus kabel yang ditemukan di Jalan MH Thamrin beberapa hari lalu.

Anggota Pasukan Katak hanya membawa tumpukan karung yang berisi sedimen lumpur. Mereka pun kemudian mengangkat lumpur tersebut dengan dibantu belasan petugas dari Dinas Tata Air dan beberapa petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU).

Pasukan katak TNI AL mengamati gorong-gorong di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (3/3). Pasukan katak ini dilibatkan menyusul temuan kulit kabel yang sebelumnya ditemukan di gorong-gorong. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Tembok Lumpur

Aksi pembersihan gorong-gorong tersebut sempat terhambat lantaran adanya tumpukan sedimen lumpur sehingga menghalangi pasukan katak menyusuri jalur bawah tanah Ibu Kota.

"Setelah menyelam dari Kali penghubung Abdul Muis sampai depan Istana, saya naik. Karena ada sedimen ‎lumpur yang sangat tebal yang tidak memungkinkan saya dan teman-teman untuk masuk," ucap seorang anggota Pasukan Katak di lokasi.

Menurut dia, ketinggian sedimen lumpur sudah sangat tebal. Dari tinggi gorong-gorong yang mencapai 1 meter, ketinggian lumpur sudah mencapai 80 cm.

Komandan Den IV Satuan Kopaska Koarmabar Kapten Laut Edy Tirtayasa mengatakan, keberadaan 'tembok' lumpur di sebagian gorong-gorong ini, menyebabkan tim Kopaska kesulitan menembus hulu drainase yang berada di depan Istana.

"Kesulitan banyak sekali, dari drainase-drainase ini ruangnya sangat sempit dan kecil. Sehingga tadi anggota kami kesulitan masuk menelusuri drainase tersebut. Sempit, karena terhalang oleh sedimen lumpur tadi," papar dia.

Lumpur yang ditemukan Pasukan Katak (Liputan6.com/ Luqman Rimadi)

Bahkan, kata Edy, ketebalan lumpur ada yang sampai menyumbat penuh gorong-gorong. Sehingga menyebabkan aliran air menuju hilir terhambat. Dia lalu meminta bantuan Dinas Pemadam ‎Kebakaran untuk menghacurkan sedimen lumpur.

Kepala Sudin Damkar-PB Jakarta Pusat Idris mengerahkan 4 mobil pemadam kebakaran, untuk membantu Pasukan Katak membersihkan gorong-gorong di depan Istana.

"Ada 4 mobil penyemprot dan 1 mobil komando. Ini untuk membantu teman-teman Marinir yang melakukan pembersihan. Ternyata di dalam banyak lumpur enggak ada alat, minta bantuan alat," ujar Idris kepada Liputan6.com.

Edy menegaskan, pasukannya tidak menemukan adanya kulit kabel seperti yang ditemukan di gorong-gorong Jalan MH Thamrin atau depan Kementerian ESDM. Selama menelusuri gorong-gorong sekitar Istana, Kopaska hanya menemukan sedimen lumpur dan beberapa sampah plastik.

Petugas Dinas Tata Air dan petugas PPSU memasukkan lumpur ke dalam karung saat aksi pembersihan gorong-gorong di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (3/3). Aksi pembersihan ini menyusul temuan kulit kabel di gorong-gorong. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Kulit Kabel dalam Gorong-gorong

Sementara itu, Polda Metro Jaya mendalami laporan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok soal penemuan tumpukan kulit kabel listrik di gorong-gorong Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.

Kabel tersebut kemungkinan peninggalan proyek pembangunan dan dibiarkan tak terangkat karena biaya angkut sisa kabelnya lebih mahal dari harga kabel tersebut.

"Ada beberapa isu yang muncul. Bisa saja itu barang lama, dibangun, dipasang di jalur itu kemudian tidak dipakai lagi karena dibangun jalur baru," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis 3 Maret 2016.

"Nah jalur baru ini begitu dibangun, kenapa kabel itu tidak diangkat? Karena biaya angkatnya (dari gorong-gorong) lebih besar dibanding biaya kabel itu sendiri. Sehingga dibiarkan bisa saja," sambung dia.

Tito menduga, kabel listrik yang ditinggalkan begitu saja itu mengandung nilai ekonomis karena masih terdapat besi tembaga di dalamnya.

Hal tersebut membuat pihak-pihak yang diduga mengetahui hal itu diam-diam memotong kabel listrik tersebut sedikit demi sedikit untuk mengambil tembaga lalu meninggalkan kulitnya begitu saja.

Tumpukan bungkusan kabel yang menyumbat saluran air di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (29/2). Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan adanya dugaan sabotase banjir akibat limbah kulit kabel tersebut (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Anggotanya di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) sudah meminta keterangan pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) terkait penyelidikan ini. Namun sampai saat ini penyidik belum dapat menemukan siapa sosok empunya kabel listrik tersebut.

Guna menelusuri siapa di balik biang kerok, Kapolda Metro Jaya bergerak cepat dengan membentuk tim khusus. Beberapa lembaga diterjunkan mecari jejak si biang banjir.

"Kita sedang membentuk tim dari Ditkrimsus Polda Metro bersama dengan dari Sudin (Suku Dinas) Tata Air, PLN untuk melihat apakah ini (kulit kabel listrik di gorong-gorong) barang lama atau barang baru," ujar Tito Rabu 2 Maret 2016.

Penelusuran dilakukan dengan menggali keterangan dari pihak kontraktor. Pasalnya, 2009 dan 2014 terdapat pengerjaan proyek infrastruktur.

Wali Kota Jakarta Pusat Mangara Pardede membantah penyebab genangan di depan Istana Merdeka adalah karena kulit kabel yang menumpuk.

Sebab kulit kabel yang ditemukan di saluran yang ada di Jalan Medan Merdeka tidak berhubungan langsung dengan saluran di Istana Merdeka. Untuk saluran itu, penyebabnya berbeda lagi.

"Kalau yang di Istana itu penyebabnya ada penurunan layer penutup gorong-gorong. Jadi salurannya tertutup. Sekarang sudah diperbaiki," kata Mangara di Jalan Medan Merdeka Selatan, Rabu 2 Maret 2016.

Meski tidak terhubung langsung, setiap saluran memiliki koneksi dan perannya masing-masing. Sehingga bila satu saluran tersumbat, tentu akan berpengaruh pada saluran lainnya.

"Kalau ini tersumbat air naik, ini pasti ada hubungannya. Walaupun ini bukan saluran utama Istana. Makanya ini kita sebut sabotase," tutur Mangara.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya