4 Alasan Ahok Pilih Jalur Independen di Pilkada DKI

Ahok mengaku serius mencalonkan diri sebagai gubernur melalui jalur independen.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 12 Mar 2016, 20:00 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2016, 20:00 WIB
Ahok dan Djarot
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Wagub DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat (Liputan6.com/ Ahmad Romadoni)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dipastikan akan maju di Pilkada DKI Jakarta 2017. Namun, bukan melalui partai politik, Ahok memilih maju sebagai calon DKI-1 melalui jalur independen.

Ahok menggunakan kendaraan relawan TemanAhok untuk mewujudkan langkah politiknya itu. Saat ini, TemanAhok disebut sudah mengantongi ratusan ribu Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk dijadikan syarat pencalonan.


Ahok mengaku serius mencalonkan diri sebagai gubernur melalui jalur independen. Dia mengaku punya sejumlah alasan dan pertimbangan mendalam saat memutuskan memilih cara ini.

Berikut 4 alasan Ahok maju melalui jalur independen seperti dirangkum Liputan6.com:

1. Tak Mau Kecewakan Masyarakat

20150729-Ahok
Ahok (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mantap memilih jalur independen pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Dia mengaku tidak ingin mengecewakan pendukungnya yang sudah mengumpulkan dukungan melalui TemanAhok.

"Saya mah patokannya tidak mau mengecewakan masyarakat yang mendukung saya," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Kamis (10/3/2016).

Meski begitu, dia tetap membuka peluang bagi partai yang ingin mendukung dirinya maju sebagai calon independen. Dengan satu syarat, tidak ada mahar politik.

Tidak bisa dipungkiri, partai pasti memiliki jaringan hingga ke bawah. Mesin partai ini harus digerakkan sehingga dukungan untuk calon yang diusung bisa menang dalam pilkada. Hanya saja biaya untuk menggerakkan mesin partai ini tidaklah sedikit.

2. Pilih Bangun RPTRA

20160305-Film-Jingga-Jakarta-Ahok-Lola-Amaria-HZ
Gubernur Basuki T Purnama dan Sutradara Lola Amaria berjalan untuk menonton film Jingga bersama puluhan tunanetra di Djakarta Theatre, Jakarta, Jumat (4/3). Film Jingga ini berkisah tentang kehidupan remaja tunanetra. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan, dengan posisinya sebagai Gubernur DKI Jakarta saat ini, mudah bagi dia untuk mencari uang sebagai modal kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.

"Jadi gubernur nyari Rp 100-200 miliar minta sumbangan sama pengusaha-pengusaha pasti dapat, gubernur kok," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Kamis 10 Maret 2016.

Tapi kata Ahok, hal itu akan membuatnya berutang budi kepada para pengusaha itu. "Lebih baik saya suruh mereka bikin RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak). Saya enggak jadi pun Jakarta jadi 200 RPTRA," lanjut dia.

Menurut Ahok, daripada pengusaha itu menyumbang untuk kampanye calon gubernur DKI Jakarta, lebih baik memberikan uangnya untuk warga Jakarta.

"Daripada saya disumbang Rp 200 miliar saya jadi enggak jadi (gubernur), orang enggak dapat. Lebih baik sumbang orang Jakarta, saya enggak jadi gubernur pun orang Jakarta nikmatin. Nyumbang bus nyumbang apa. Nah patokan saya sih gitu," imbuh Ahok.

3. Tahan Laju Deparpolisasi

Ahok menyatakan, kehadiran calon independen juga berguna untuk menahan laju gerakan masyarakat melakukan deparpolisasi. Setidaknya dengan adanya calon independen, masyarakat punya pilihan, tidak serta-merta mengecilkan parpol.

"Supaya apa? Rakyat tidak melakukan deparpolisasi. Untuk apa? Supaya kalau ingin menjadi kepala daerah, parpol bisa koreksi diri gitu lho. Oh berarti selama ini ada yang tidak sesuai, itu aja yang terjadi," ujar Ahok, Kamis 10 Maret 2016.

Munculnya calon independen, menurut Ahok, juga karena diperbolehkan dalam undang-undang yang dibuat oleh partai politik. Sehingga jika ada partai yang menyatakan kemunculan calon independen sebagai upaya deparpolisasi adalah pandangan menyesatkan.

"Kamu kira calon independen itu, saya bisa ikut independen, siapa yang bisa mutusin? Partai politik, fraksi-fraksi yang ada di DPR membuat undang-undang. Itu aja. Jadi ini suatu hal yang sangat menyesatkan," kata Ahok.

4. Biaya Parpol Mahal

Ahok tak memungkiri partai politik cukup efektif mengumpulkan dukungan masyarakat. Partai memiliki jaringan hingga ke bawah. Namun, untuk menggerakkan mesin partai, kata Ahok, memerlukan dana yang tidak sedikit. Mesin partai harus digerakkan sehingga dukungan untuk calon yang diusung bisa menang pilkada.

"Saya buka aja. Partai kan selalu berpikir harus menggerakkan mesin partai. Parpol enggak minta mahar loh, tapi cuma minta anak cabang rantingnya bergerak," kata dia. "Kalau 1 bulan Rp 10 juta, 267 kelurahan belum lagi kotanya, kecamatan, itu bisa Rp 2,67 miliar sebulan. Belum kecamatan. Kalau 10 bulan berarti Rp 26 miliar, belum lagi saksi, ini baru 1 partai lho," tambah Ahok.

Biaya wah itulah yang tidak bisa dipenuhi Ahok. Karena itu, dia ingin partai yang nantinya mendukung bisa menerima syarat ini.

"Harta saya dikumpulin, jual semua ya kayaknya pas-pasan kalau segitu. Enggak deh. Lebih baik saya enggak mau partai, ya begitu," kata Ahok.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya