Jeritan Hati Sopir Taksi yang Tersingkir Angkutan Online

Sejak angkutan online mewabah, Hadi mengaku ia dan teman-temannya sulit mendapatkan walau hanya Rp 50.000, bahkan sering tidur dalam taksi.

oleh Muslim AR diperbarui 22 Mar 2016, 19:39 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2016, 19:39 WIB
20160321-Demo-Taksi-Liputan6.com-Rueters
Seorang sopir taksi membawa spanduk saat demo di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (22/3). Selain melakukan demo, sopir taksi tersebut melakukan sweeping ke supir taksi yang beroperasi di dalam tol dan membakar ban. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Bermacam alasan dikemukakan oleh sopir taksi, bajaj, dan angkutan umum lainnya untuk ikut berdemonstrasi. Mereka seharian berteriak meneriakkan yel-yel dan tuntutan mereka, serta terlibat kerusuhan dengan sesama sopir.

Hadi Sugiantoro (47), yang berprofesi sebagai sopir taksi, mengaku ikut demo karena kesal dengan keberadaan angkutan berbasis aplikasi online. Menurut ayah 4 anak ini, sejak angkutan berbasis aplikasi muncul, pendapatannya menurun drastis.

"Kalau sebelum ada yang online, target bisa tercapai. Tapi sejak ada ojek online, untuk dapat Rp 50 ribu sehari aja enggak bisa," ujar Hadi kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (22/3/2016).

Hadi biasanya mendapatkan Rp 500 ribu sehari. Dari pendapatan itu, ia bisa membawa pulang upah bersih Rp 100 ribu per hari. Tapi, sejak angkutan online mewabah, ia dan teman-temannya bahkan sering harus tidur di dalam taksi.

"Saya tinggal di Tangerang. Dulu, berangkat pagi pulang pukul 08.00 WIB, udah sampai target. Kalau sekarang, sekali dalam 5 hari jenguk istri dan anak, sering tidur di dalam taksi sejak banyak taksi online," gerutu Hadi.

Dia mengaku tidak takut dengan persaingan sesama sopir taksi. Namun, dengan cara curang dari pengusaha taksi online, membuat ia kalah bersaing.

"Ya jelas marah dan kalah telak, mereka tak bayar pajak, tak harus uji KIR, enggak ada iuran, nggak ada aturan, ya jelas mereka menang," geram Hadi.

Sementara perlakuan pada taksi konvensional sangat rumit. Mereka harus mengeluarkan banyak biaya, mulai dari uji KIR, membayar iuran, pajak, dan aturan lainnya.

"Bermasalah sedikit, taksi kami langsung dikandangin, tak uji KIR, taksi kami tak bisa jalan, nah mereka (angkutan online) dengan bebas tanpa aturan," keluh Hadi.

Ia menyesalkan sikap pemerintah yang tak tegas mengatur angkutan umum berbasis online itu. Jika terus dibiarkan, Hadi akan bertindak sendiri.

"Ya jelas marahlah, itu ilegal. Saya sudah 12 tahun menaati hukum yang berlaku. Sekarang datang aja orang narik taksi tanpa peraturan, tapi dibiarin. Siapa yang enggak marah coba?" ucap Hadi.

Ia berharap pemerintah serius menangani persoalan ini. "Saya ngerti dan enggak marah pada teman-teman yang bekerja jadi Grab Car, dan online lainnya, kita sama-sama nyari makan. Tapi kan kalau enggak diatur pemerintah gini, kami bisa berantem terus-terusan," kata Hadi sembari berlalu dengan taksinya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya