Hidup di Jalanan Demi Nasi Padang

Uang hasil ngamen, mengemis, atau jadi pekerja seks, semuanya untuk makan enak. Minimal sehari sekali makan nasi Padang.

oleh Muslim AR diperbarui 31 Mar 2016, 19:33 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2016, 19:33 WIB
20160208-Berharap Angpao, Ratusan Pengemis Serbu Vihara Dharma Bhakti
Petugas Vihara Dharma Bakti membagikan angpao dari umat Tionghoa yang datang untuk sembahyang jelang perayaan Imlek, Jakarta, (7/2/2016). Jelang Imlek, ratusan pengemis penuhi Vihara Dharma Bhakti untuk mendapatkan angpao. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Pemprov DKI gencar merazia para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di sejumlah lokasi di Ibu Kota. Mulai dari joki 3 in 1, pengamen, anak jalanan, hingga waria digaruk petugas. Namun, seolah tak jera, mereka tetap kembali ke jalanan meski telah berkali-kali terjaring razia.

Setelah ditelusuri ternyata ada alasan khusus yang mendasari mereka tetap mengais rezeki di jalanan. Bukan karena alasan kekurangan ekonomi, tapi karena ingin menikmati lezatnya masakan Padang.

"Alasan yang banyak muncul itu, mereka ingin makan nasi Padang," ujar psikolog di Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Cengkareng Yugiani Sugiarto kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (31/3/2016).

Yugiani merupakan penyuluh psikologi para PMKS yang terjaring razia di Jakarta. Pada tahap awal, sebelum PMKS itu menempati panti yang tepat, mereka akan di-assesment, di antaranya melalui penyuluhan psikologi.

PSBI Cengkareng merupakan satu dari tiga panti singgah atau terminal bagi PMKS sebelum mereka dirujuk ke panti-panti terkait. Setiap hari, panti ini menerima 20 PMKS dari berbagai wilayah di Jakarta.

Para PMKS ini akan dibina selama 21 hari sebelum dijemput keluarga atau dirujuk ke panti yang sesuai dengan permasalahan mereka. 

"Kita tanya nama mereka, anak ke berapa, inginnya apa, kenapa sampai kena razia? Intinya kita potret dulu diri mereka, sehingga mereka sadar akan keinginannya dan kita tahu motivasi serta penyebab mereka ada di jalanan," tutur Yugiani.

Para PMKS yang terjaring itu punya motif dasar yang sama, yaitu makan enak. Bagi mereka, bisa saja mereka tinggal di kolong jembatan, tidur di emperan toko, atau adu cepat lari dengan petugas kala razia. Namun urusan perut, mereka tak mau asal makan.

"Uang hasil ngamen, ngemis, atau yang jadi, maaf, pekerja seks, semuanya beralasan ingin makan enak. Uang yang dikumpulkan itu untuk makan nasi Padang, minimal satu kali sehari," ucap Yugiani.

Dia menjelaskan, dari sisi psikologis para PMKS ini normal. Hanya saja tekanan dan tuntutan kebutuhan hidup mendasar seperti makan, jadi faktor utama mereka melakukan kejahatan atau tindakan lainnya.

"Ada waria yang harus menyuntik pita suaranya dan tinggal di kolong jembatan. Tapi soal makanan, dia tak mau kalau tak nasi Padang," kata Yugiani mencontohkan salah satu PMKS yang ikut penyuluhan dengannya.

Namun begitu, PMKS yang terjaring razia tersebut mengaku rindu untuk dipulangkan. Kendati mereka tak memiliki tempat tinggal, sanak saudara, baju, bahkan nama yang bisa dijadikan petunjuk untuk mengetahui identitasnya.

"Rata-rata orang tak mampu, buta huruf, dan putus sekolah. Kalau urusan narkoba, rata-rata yang berpendidikan," ucap Yugiani.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya