Sekretaris MA Dicegah KPK Terkait Dugaan Suap Permohonan PK

Nurhadi menjadi pihak pertama yang dicegah ke luar negeri terkait penyidikan kasus ini.

oleh Oscar Ferri diperbarui 21 Apr 2016, 20:19 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2016, 20:19 WIB
20160308- Sekretaris MA- Nurhadi-Diperiksa KPK-Jakarta-Helmi Afandi
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi selesai menjalani pemeriksaan terkait dugaan suap Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (8/3/2016). Nurhadi diperiksa KPK selama 10 jam. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan pencegahan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi terhadap Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Pencegahan ini terkait kasus dugaan suap pengajuan permohonan ‎Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

‎"Telah dicegah berdasarkan permintaan Pimpinan KPK atas nama NHD (Nurhadi), pekerjaan PNS," kata Kepala Bagian Humas Ditjen Imigrasi Heru Santoso, Kamis (21/4/2016).

Dia mengatakan, per hari ini, pencegahan terhadap Nurhadi mulai berlaku untuk masa 6 bulan ke depan.

Nurhadi menjadi pihak pertama yang dicegah ke luar negeri terkait penyidikan kasus ini. Tak hanya itu, ruang kerja Nurhadi di Gedung MA, Jakarta Pusat, dan di kediamannya di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pun telah digeledah tim penyidik KPK.

Dari penggeledahan ini, KPK menyita sejumlah dokumen dan sejumlah uang. Namun, belum diketahui berapa jumlah dan peruntukan dari uang yang disita tersebut.

 

Untuk informasi, KPK menetapkan 2 orang sebagai tersangka hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan Rabu 20 April kemarin. Keduanya yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.

Dari operasi itu, KPK menemukan uang Rp 50 juta dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu. Uang yang ditengarai bukan pemberian pertama itu‎ diduga kuat merupakan 'pelicin' terkait pendaftaran atau pengajuan perkara PK di PN Jakarta Pusat.

KPK kemudian menjerat Doddy selaku pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Edy sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1‎ KUHP.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya