Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) akan menerapkan aplikasi Smart Majelis ke seluruh pengadilan buntut kasus suap 3 hakim PN Jakarta Pusat. Aplikasi ini akan menunjuk hakim yang kompeten untuk menangani sebuah perkara guna mencegah terjadinya korupsi.
"Mahkamah Agung akan segera menerapkan aplikasi penunjukkan majelis hakim secara robotik smart majelis, pada pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding sebagaimana ditetapkan di Mahkamah Agung untuk meminimaslis terjadi potensi judicial corruption," kata Jubir MA Yanto saat jumpa pers, Senin (14/4).
Yanto melanjutkan, Ketua MA pun sudah berkali-kali menekankan agar seluruh hakim tidak transaksional dan hidup sederhana.
Advertisement
"Berkali-kali juga setiap pembinaan ketua tidak menekankan untuk tidak transaksional, untuk hidup sederhana disampaikan seperti itu, ke depannya tadi juga penunjukkan smart majelis dilakukan secara robotik," ucapnya.
Sementara, Kepala Biro hukum dan Humas Mahkamah Agung Subandi menjelaskan, nantinya penunjukan majelis dalam sebuah perkara tidak bisa ditentukan sendiri. Sehingga, setiap perkara yang masuk akan ditentukan oleh sistem siapa hakim yang menanganinya.
"Sistemya kita perbaiki, yaitu menggunakan aplikasi tadi jadi secara penujukkan majelis itu bukan berdasarkan pesanan, tapi secara otoritas robot akan menentukan ketika perkara masuk siapa hakimnya, oleh robot bukan manusia lagi, itu sistem robotik," ucapnya.
"Mengenai kapan sistem ini akan diberlakukan kita harus membangun dulu aplikasinya, butuh waktu untuk proses," sambungnya.
Sebelumnya, Tim penyidik Kejagung menangkap tiga hakim Tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Jakpus) pada Sabtu (12/4). Ketiga hakim ditangkap Kejagung terkait kasus suap vonis lepas kepada terdakwa korporasi di kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Tawar Menawar Uang Suap
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya proses tawar menawar uang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menjatuhkan vonis lepas bagi terdakwa korporasi perkara mafia minyak goreng. Tempat yang dikenal sebagai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu pun tercoreng dengan praktik suap dan gratifikasi.
Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, pihaknya melakukan pemeriksaan terhadap Djuyamto (DJU) selaku hakim PN Jaksel yang dulunya menjadi ketua majelis hakim kasus tersebut, Agam Syarif Baharuddin (ABS) selaku hakim PN Jakpus, dan Ali Muhtarom (AM) selaku hakim ad hoc PN Jakpus.
Kemudian saksi DAK dan LK selaku staf legal PT Daya Labuhan Indah Grup Wilmar, serta AH dan TH selaku karyawan Indah Kusuma, kantor pengacara Marcella Santoso (MS).
“Adapun hasil dari pemeriksaan para saksi diperoleh fakta sebagai berikut. Bermula adanya kesepakatan antara Aryanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi minyak goreng dengan Wahyu Gunawan seorang panitera untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng, dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).
Tersangka Wahyu Gunawan (WG) pun menyampaikan hal tersebut kepada tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus, agar perkara tersebut diputus onslag van rechtvervolging atau divonis lepas.
“Dan Muhammad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag, namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan tiga, sehingga totalnya Rp60 miliar,” jelas dia.
Tersangka Wahyu Gunawan lantas menyampaikan permintaan tersebut kepada tersangka Aryanto Bakri agar menyiapkan uang sebesar Rp60 miliar dan hal itu pun disetujui. Beberapa waktu kemudian, tersangka Aryanto Bakri pun menyerahkan uang sebesar Rp60 miliar dalam bentuk dolar AS kepada tersangka Wahyu Gunawan.
“Kemudian oleh Wahyu Gunawan uang sejumlah Rp60 miliar bila di-kurs-kan ya karena uang yang diserahkan adalah dolar AS, diserahkan kepada Muhammad Arif Nuryanta, dan pada saat itu Wahyu Gunawan diberi oleh Muhammad Arif Nuryanta sebesar 50 ribu US dolar sebagai jasa penghubung dari Muhammad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” ungkap Qohar.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com
Advertisement
Infografis
