Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ikut bersuara terkait iuran wajib Rp 1 miliar yang harus dibayar bakal calon Ketua Umum Partai Golkar kepada panitia (Steering Committee) Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Lembaga antirasuah itu menyebutkan, iuran Rp 1 miliar untuk menjadi calon ketua umum Golkar termasuk politik uang.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Steering Committee (SM) Munaslub Golkar Nurdin Halid mengatakan, pihaknya akan berkonsultasi dengan KPK apakah iuran Rp 1 miliar yang ditetapkan DPP Partai Golkar termasuk melanggar hukum atau tidak.
"Ya jadi kan dalam internal Golkar diatur iuran untuk Munas itu, kita akan konsultasikan dengan KPK nanti ini melanggar hukum atau tidak. Karena dalam gelaran Munas iuran itu diatur dalam AD/ART partai," kata Nurdin Halid di Kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelli, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (3/5/2016).
Baca Juga
Mantan Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) itu memastikan, jika iuran yang dibebankan itu sudah sesuai Pasal 37 AD/ART Golkar tentang keuangan.
Namun, ia mengakui beberapa bakal calon ketua umum Golkar merupakan pejabat negara, sehingga hal itu harus dikonsultasikan dengan KPK agar tidak menjadi gratifikasi.
"Jadi di panitia sudah diputuskan, berdasarkan pleno, AD/ART Pasal 37 sah, tidak ada dilanggar. Hanya saja ada pejabat negara yang jadi calon dan voters. Perlu kita konsul apakah jika pejabat negara nyumbang ini melanggar tidak? Komite etik konsul ke KPK dalam rangka pencegahan," papar dia.
Nurdin menyatakan, pihaknya memberi tenggat waktu hingga besok terkait keputusan uang Rp 1 miliar tersebut. Sebab, 5 Mei mendatang tim SC Munaslub sudah memverifikasi semua bakal calon ketua umum.
"Kalau sudah konsul tidak jadi masalah, itu akan jadi kewajiban. (Target) sebelum verifikasi, berarti besok," Nurdin menandaskan.