Liputan6.com, Jakarta - Warga negara Indonesia (WNI) kembali menjadi sasaran penyanderaan kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina. Mengetahui hal ini, Presiden Jokowi langsung meminta atensi Presiden Filipina yang baru, Rodrigo Duterte.
"Presiden Jokowi sudah menelepon Presiden Filipina dan menulis surat. Saya kira itu langkah-langkah yang sudah dilakukan, dan Presiden Duterte juga sudah memberi respons. Kita lihat, kan butuh waktu juga. Tidak bisa juga seperti membalik tangan," kata Menko Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/7/2016).
Luhut menuturkan, Jokowi menanyakan kelanjutan patroli bersama tiga negara. Sejak pertemuan di Yogyakarta beberapa waktu lalu, belum ada kelanjutan tentang patroli itu.
Advertisement
"Menhan (Ryamizard Ryacudu) juga sedang menuju ke sana, dan akan bertemu Menhan Filipina dan Menhan Malaysia segera. Yang lain-lain saya kira seputar itu," jelas mantan Kepala Staf Presiden itu.
Panglima TNI Gatot Nurmantyo sebelumnya menduga kelompok Abu Sayyaf hanya mau menculik WNI. Sebab, dalam kasus terakhir, kelompok tersebut memeriksa paspor lebih dulu untuk memastikan yang diculik adalah WNI.
"Suasana yang sangat saya sesalkan adalah mereka memilih, di dalam kapal nelayan itu ada tujuh, dicek semuanya. Yang punya paspor Indonesia ini yang diculik. Ada apa sebenarnya Abu Sayyaf dengan Indonesia?" kata Gatot di Jakarta, Senin kemarin.
"Yang ada tenaga kerja dari kita, yang diambil yang paspor Indonesia," tambah dia.
Kejadian ini pun menimbulkan spekulasi, ada uang tebusan untuk membebaskan sandera WNI. Terkait hal itu, Gatot menegaskan, Indonesia bukan negara sapi perah.
"Bisa saja (karena uang), kalau kita menjadi sapi perah, mungkin suatu saat Abu Sayyaf datang ke sini. Makanya jangan mau jadi bangsa sapi perah," jelas Gatot.