Penolakan Wiranto Jadi Menko Polhukam Disuarakan di Depan Istana

Presiden Jokowi mengangkat Ketua Umum Partai Hanura Wiranto sebagai Menko Polhukam.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 27 Jul 2016, 18:40 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2016, 18:40 WIB
Puluhan aktivis Kontras langsung beraksi di depan Istana Negara.
Puluhan aktivis Kontras beraksi di depan Istana Negara menolak Wiranto jadi Menko Polhukam. (Liputan6.com/Putu Merta)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi mengangkat Ketua Umum Partai Hanura Wiranto sebagai Menko Polhukam. Dia menggantikan posisi Luhut Binsar Pandjaitan yang digeser sebagai Menko Kemaritiman.

Gelombang penolakan Wiranto menjadi Menko Polhukam disuarakan. Salah satunya oleh para aktivis kemanusiaan, yang berasal dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Puluhan aktivis Kontras langsung beraksi di depan Istana Merdeka. Mereka membawa pesan #MasihIngat, sebagai simbol protes mereka terhadap dilantiknya Wiranto, dan mengingat catatan buruk yang dimilikinya. Aksi tersebut hanya berlangsung selama kurang lebih 30 menit.

"Secara tegas ini untuk menyampaikan agar Bapak Jokowi mencabut pelantikan tersebut. Karena menurut kami, banyak catatan buruk yang dimiliki Wiranto sebagai Menko Polhukam," ucap Wakil Koordinator bidang advokasi Kontras, Yati Andriyani di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/7/2016).

Dia pun menyebutkan beberapa catatan buruk yang dimiliki oleh Wiranto. Di antaranya peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996, Tragedi Trisakti Mei 1998. "Kemudian tragedi Semanggi I dan II, penculikan dan penghilangan aktivis pro-demokrasi 1997, bahkan peristiwa Timor Leste," tegas Yati.

Hal ini pun, lanjut dia, akan menghambat penyelesaian tragedi kemanusiaan masa lalu.

"Menko Polhukam itu jabatan penting. Bagaimana bisa menyelesaikan kasus HAM masa lalu, tapi orang yang punya berkaitan ada di belakangnya," tutur Yati.

Selain itu, masih kata dia, pihaknya akan terus berusaha agar Wiranto batal menjadi Menko Polhukam.

"Dengan dilantiknya Wiranto, ini membuat Indonesia di mata internasional buruk. Kami akan mengkaji untuk melaporkan ke pengadilan tata usaha dan mendorong Komnas HAM mempercepat pengungkapkan kasus pelanggaran masa lalu. Kita juga tetap ingin Pak Wiranto bisa dicopot," tutup Yati.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya