Pengacara Sanusi Sebut Keterangan Saksi Untungkan Ahok

Krishna menyebut banyak keterangan saksi yang berubah-ubah dan ditutupi demi kepentingan Ahok.

oleh Oscar Ferri diperbarui 01 Sep 2016, 03:57 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2016, 03:57 WIB
20160831- Sekda DKI dan Kepala Bappeda Jadi Saksi di Sidang Sanusi-Jakarta- Helmi Afandi
Terdakwa Mohamad Sanusi menyimak keterangan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (31/8). Sanusi didakwa menerima suap sebesar Rp2 miliar secara bertahap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Pengacara eks Anggota DPRD DKI, Mohamad Sanusi, Krisna Murti mengatakan, keterangan para saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap Raperda reklamasi dengan terdakwa Sanusi untuk menutupi kepentingan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Masih banyak yang berubah-ubah dari saksi tadi. Masih banyak yang ditutup-tutupi untuk kepentingan Pak Gubernur," kata Krisna di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2016.
‎
Adapun saksi yang dihadirkan Jaksa dan memberi kesaksian, di antaranya Kepala Bappeda Pemprov DKI Tutty Kusumawati, Asisten Daerah Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah Pemprov DKI Gamal Sinurat, serta Kepala Biro Tata Kota dan Lingkungan Hidup Sekretariat Daerah Pemprov DKI Vera Revina Sari.

Krisna menilai, dari keterangan saksi-saksi itu, tak ada satu pun yang mengarah kepada dugaan kliennya memuluskan penghilangan atau mengganti pasal tambahan kontribusi sebesar 15 persen menjadi 5 persen, terutama untuk kepentingan eks Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL), Ariesman Widjaja.

"Kita lihat di sini belum mengarah bagaimana Sanusi yang disangkakan, memuluskan tentang 15 persen menjadi 5 persen demi kepentingan Agung Podomoro Land. Itu belum terlihat. Jadi semua saksi tidak mengarah ke sana," ujar Krisna.

Selain menghadirkan Tuty, JPU juga mendatangkan Kepala Biro Tata Kota dan Lingkungan Hidup pada Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Vera Revina Sari.

Dalam kesaksiannya, Vera mengatakan, sampai saat ini, nilai nominal tambahan kontribusi yang telah dibayarkan oleh perusahaan pengambang reklamasi pantai utara Jakarta ada di Badan Pengawas dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta. Nilai tambahan kontribusi yang sudah dibayarkan itu masih dalam penghitungan BPKP DKI.

"Untuk nilai (tambahan kontribusi yang telah dibayar) ada di BPKP, karena kami tidak menerima," ujar Vera.

Vera mengatakan, sejauh ini ada empat perusahaan pengembang yang sudah membayar‎ tambahan kontribusi kepada Pemprov DKI. Keempatnya, PT Muara Wisesa Samudra, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), PT Taman Harapan Indah, dan PT Jaladri Kartika Pakci.

Kata Vera, dua perusahaan yang sudah membayar kontribusi tambahan sudah diserahterimakan kepada Pemprov DKI. Sementara dua lagi masih dalam proses.

"PT Jakpro masih proses, PT Taman Harapan Indah masih proses (pembangunan) waduk Pluit dan rusun satu tower‎. PT Muara Wisesa Samudera (pembangunan) rusunawa di Daan Mogot sudah diserahterimakan, PT Jaladri Kartika Pakci bangun rusun di Muara Baru sudah diserahterimakan," ujar Vera.

Jaksa mendakwa Sanusi menerima suap Rp 2 miliar dari Ariesman Widjaja melalui asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro. Diduga suap  ditujukan dengan maksud, Sanusi selaku Ketua Komisi D DPRD DKI 2014-2019 dapat membantu percepatan pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Suap juga dimaksudkan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra (MSW). Tujuannya, agar PT MSW mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.

Atas perbuatan itu, Sanusi yang juga adik kandung Wakil Ketua DPRD DKI Mohamad Taufik tersebut didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya