Liputan6.com, Jakarta Usai dilantik, Kapolri Jenderal Tito Karnavian meluncurkan program kerja yang diberi nama Promoter, akronim dari Profesional, Modern, dan Terpercaya.
Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR siang tadi, Tito optimistis program 100 hari kerjanya dapat tercapai.
"‎Hasil evaluasi tahap 100 hari ini dari tanggal 25 Juli-25 Agustus, ini baru dua bulan dan rencana tiga bulan, rata-rata proses pencapaian kegiatan sebanyak 30,79 persen. Jadi mulai program 1 sampai 10 itu berkisar antara 27-38 persen," ungkap Tito saat RDP dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (5/9/2016).
Dia menjelaskan program Promoter dibagi menjadi tiga tahapan yakni tahap I (100 hari pertama), tahap II (November 2016-Desember 2019), dan tahap III (Januari 2020-Desember 2021).
"Saat ini sedang tahap 100 hari dan tujuan program Promoter ini ingin meningkatkan kepercayaan publik terhadap Polri," ujar mantan Kapolda Papua ini.
Adapun beberapa hal telah dicapai, lanjut dia, diantaranya sosialisasi comander wish secara berjenjang ke bawah, pelayanan publik yang berbasis teknologi, pelayanan integrasi berbasis IT dan kentongan online berbasis android
"Selain itu, ada juga delapan standar pendidikan Polri yang sudah kita susun. Santoso juga menjadi salah satu program quick wins dan itu sudah berhasil kita netralisir. Artinya, sudah tewas tertembak dalam penyerapan di Poso dan itu yang menjadi target yang utama," papar Tito.
Advertisement
Selain itu, lanjutnya, ada pula pembentukan Polda Sulawesi Barat, peningkatan tipologi‎ Polda Sulawesi Utara dan Kalimantan Barat yang sudah diresmikan, serta pengusulan beberapa Polda baru seperti Kalimantan Utara sekaligus peningkatan Polda Lampung, Riau, dan Kepulauan Riau.
"Kemudian penguatan kerja sama dengan beberapa stakeholder cukup banyak kita lakukan. Komunikasi dengan NU dan sejumlah pihak lainnya," papar Tito.
Untuk upaya pemberantasan korupsi di internal Polri, mantan Kapolda Metro Jaya ini menyebut pihaknya sedang menyusun Peraturan Kapolri (Perkap) tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), kepemilikan barang mewah, pengendalian gratifikasi dan usaha bisnis sebagian pegawai negeri pada Polri, serta aplikasi whistle blower system.‎
"Kemudian edaran Kapolri tentang pola hidup sederhana," tutur Tito.