Jadi Tersangka di KPK, Bupati Banyuasin Punya Harta Rp 1,8 Miliar

Bupati Banyuasin itu memiliki harta Rp 1,8 miliar pada usia 32 tahun. Terakhir dia melaporkan hartanya ke KPK pada 2014.

oleh Oscar Ferri diperbarui 06 Sep 2016, 14:48 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2016, 14:48 WIB
Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian
Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian dikawal petugas usai diperiksa oleh KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (5/9/2016) malam. Yan Anton Ferdian ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan proyek di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin, Sumatera S

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian ‎bersama lima orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap ijon proyek-proyek di Dinas Pendidikan dan dinas lainnya Pemerintahan Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

Pada laman acch.kpk.go.id‎, Selasa (6/9/2016), Yan terakhir kali melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada Maret 2014. Pria kelahiran Bandar Lampung 2 Januari 1984 itu diketahui punya harta kekayaan sebesar Rp 1.894.834.725 (Rp 1,8 miliar lebih).

LHKPN putra mantan Bupati Banyuasin, Amiruddin Inoed pada 31 Maret 2014 itu menurun dibanding LHKPN-nya pada 31 Desember 2012. Saat Desember 2012, bupati muda itu punya harta kekayaan Rp 2.292.034.127 (Rp 2,2 miliar lebih).

Harta kekayaannya itu terdiri atas harta bergerak dan tidak bergerak. Harta bergerak miliknya berupa alat transportasi dan mesin lainnya pada 31 Desember 2012 mencapai Rp 1.375.000.000 dan 31 Maret 2014 sebesar Rp 1.025.000.000.

Harta bergerak miliknya berupa kendaraan transportasi roda empat. Pertama, Toyota Alphard, tahun pembuatan 2010 yang berasal dari hasil sendiri perolehan 2010 (perubahan atas data yang dilaporkan sebelumnya) pada 31 Desember 2012 Rp 800.000.000. Namun pada 31 Maret 2014 nilainya dilaporkan turun menjadi Rp 775.000.000.

Lalu ada Mitsubishi Pajero Sport 2011 yang merupakan hasil sendiri perolehan 2011 (perubahan atas data yang dilaporkan sebelumnya) pada 31 Desember 2012 Rp 300 juta dan berubah nilainya menjadi Rp 250 juta pada 31 Maret 2014. Kemudian Yan sempat melaporkan ke KPK memiliki Toyota Hilux 2010 pada 31 Desember 2012 (penghapusan data karena dijual) senilai Rp 275.000.000.

Sedangkan harta bergerak lainnya berupa logam mulia hasil sendiri perolehan 2010 (penambahan data baru) yang dilaporkan pada 31 Maret 2014 sebesar Rp 162.433.860.

Pada LHKPN ini, Yan juga memiliki giro dan setara kas lainnya pada 31 Desember 2012 sebesar Rp 511.578.127 dan berubah menjadi Rp 301.944.865 pada 31 Maret 2014. Yan tercatat tidak punya piutang dan hutan.

Sementara untuk harta tidak bergerak‎ hanya berupa‎ tanah dan bangunan seluas 824 meter persegi dan 160 meter persegi di Kota Palembang, yang berasal dari hasil sendiri perolehan 2013 (perubahan atas data yang dilaporkan sebelumnya) Rp 405.456.000.

Jadi, jumlah harta kekayaan pada 31 Desember 2012 sebanyak Rp 2.292.034.127. Namun nilai harta kekayaannya turun pada 31 Maret 2014 menjadi Rp 1.894.834.725.

Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Bupati Banyuasin, Yan Anton Ferdian sebagai tersangka dugaan suap ijon proyek-proyek di Dinas ‎Pendidikan dan dinas lainnya Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
‎

KPK juga menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka. Mereka, yakni Kepala Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Banyuasin Umar Usman, ‎Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Pemkab Banyuasin Darus Rustami, Kasie Pembangunan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar pada Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin Sutaryo, dan satu orang pengepul bernama Kirman, serta Zulfikar Muharam yang merupakan pemilik CV Putra Pratama.

Yan Anton diduga menerima suap Rp 1 miliar dari Zulfikar dengan menjanjikan proyek-proyek di Disdik dan dinas lainnya. Yan diduga turut melibatkan para anak buahnya dalam ijon proyek-proyek berujung suap tersebut.
‎

KPK kemudian menjerat Yan Anton, Umar, Darus, Sutaryo, dan Kirman selaku penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebegaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 5 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Zulfikar selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13‎ UU Tipikor.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya