Utang Demi Gelar Syukuran Berangkat Haji 2025, Bolehkah? Buya Yahya Bilang Begini

Buya Yahya menegaskan bahwa walimatus safar tidak tergolong bid’ah. Tradisi ini sejajar dengan bentuk tasyakuran lain yang selama ini diterima dan dijalankan umat Islam, seperti walimatul khitan atau walimatul ursy (pernikahan).

oleh Liputan6.com Diperbarui 26 Apr 2025, 14:30 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2025, 14:30 WIB
Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya
Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya. (Tangkap layar YouTube Al Bahjah TV)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Hendak menunaikan ibadah haji masyarakat Indonesia lazim menggelar acara walimatus safar sebagai bentuk doa bersama untuk calon jemaah haji, termasuk pada 2025 ini.

Tradisi ini umumnya diisi dengan bacaan doa, tausiah, serta jamuan makan, yang niat utamanya adalah memohon keselamatan dan kelancaran bagi yang hendak menunaikan rukun Islam kelima.

Namun, pertanyaan soal hukum acara ini kerap mencuat, terutama di era media sosial yang cepat menyebarkan opini, termasuk tudingan bahwa acara tersebut merupakan bid’ah atau amalan yang tidak memiliki dasar syar’i.

Pertanyaan serupa pernah dilontarkan dalam salah satu kajian rutin di LPD Al Bahjah dan dijawab langsung oleh KH Yahya Zainul Ma’arif atau yang dikenal luas sebagai Buya Yahya, seorang ulama kharismatik asal Blitar, Jawa Timur.

Dalam penjelasannya, Buya Yahya menegaskan bahwa walimatus safar tidak tergolong bid’ah. Tradisi ini sejajar dengan bentuk tasyakuran lain yang selama ini diterima dan dijalankan umat Islam, seperti walimatul khitan atau walimatul ursy (pernikahan).

Buya Yahya menyatakan bahwa walimatus safar adalah bentuk rasa syukur karena calon jemaah telah diberi kesempatan dan kemampuan untuk menunaikan ibadah haji. Maka dari itu, syukuran ini bukan hal yang keliru atau tercela.

Penjelasan ini disampaikan Buya Yahya dalam video yang diunggah di kanal YouTube Al Bahjah TV, dan dikutip Jumat (25/04/2025), sebagai jawaban atas banyaknya pertanyaan dari masyarakat yang ragu akan kebolehan acara ini.

Buya Yahya menjelaskan bahwa inti dari walimatus safar adalah berbagi rezeki dan mengajak orang untuk bersyukur bersama. “Ngasih makan orang itu termasuk amal baik,” tegasnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Bolehkah dengan Duit Utang?

Ilustrasi Ibadah haji di tanah suci Mekkah (Istimewa)
Ilustrasi Ibadah haji di tanah suci Mekkah (Istimewa)... Selengkapnya

Namun, Buya juga memberi catatan penting. Meski boleh dan tidak mengapa dilakukan, acara ini tidak boleh menjadi beban, apalagi sampai membuat calon jemaah harus utang atau menjual harta benda.

Ia mengingatkan bahwa ada kasus di mana biaya walimatus safar justru lebih besar daripada biaya untuk pergi haji itu sendiri. “Itu menyiksa orang,” ujarnya.

Peringatan ini disampaikan agar tidak muncul tradisi buruk dalam masyarakat, yakni tradisi memaksakan diri untuk tampil meriah demi gengsi sosial, bukan semata karena syukur kepada Allah.

Buya Yahya dengan lugas mengimbau agar walimatus safar tidak menjadi ajang pamer atau kesombongan. Menurutnya, hal ini sangat bertentangan dengan ruh ibadah haji yang mengajarkan kerendahan hati di hadapan Allah.

Ia juga menambahkan bahwa sedekah untuk keselamatan atau sebagai bentuk rasa syukur adalah tindakan mulia. Tapi ketika niatnya bergeser ke arah riya atau pamer, maka acara ini berpotensi membawa mudharat.

“Kalau sudah masuk wilayah sombong, ini bermasalah,” ujar Buya Yahya dalam kajiannya.

Ia mengajak masyarakat untuk selalu meluruskan niat dalam setiap amalan, termasuk dalam menggelar walimatus safar. Jika niatnya benar, maka insyaAllah akan bernilai ibadah.

Jangan Biasakan Minta Oleh-oleh, Kalau Doa Nggak Papa

haji
Jemaah haji kloter pertama embarkasi Surabaya melakukan sujud syukur saat tiba di Bandara Internasional Juanda, Surabaya.... Selengkapnya

Buya Yahya juga memberikan pandangan soal kebiasaan memberi uang kepada calon jemaah haji. Menurutnya, hal tersebut boleh dilakukan karena termasuk sedekah.

Namun, ia mengingatkan bahwa meminta oleh-oleh dari calon haji sebaiknya dihindari karena bisa memberatkan. Sebaliknya, menitip doa kepada mereka justru dianjurkan.

“Titip doa itu bagus, karena mereka tamu Allah. Tapi kalau oleh-oleh, janganlah minta, kasihan,” jelas Buya Yahya.

Nasihat ini diberikan agar ibadah haji yang seharusnya menjadi momen sakral dan penuh keikhlasan tidak tercemari oleh budaya konsumtif atau keinginan duniawi.

Buya Yahya juga menekankan bahwa tidak menggelar walimatus safar pun tidak apa-apa. Tidak ada kewajiban agama dalam hal ini, apalagi jika kondisinya memang tidak memungkinkan secara finansial.

Dengan demikian, umat Islam bisa merasa tenang bahwa walimatus safar adalah amalan yang dibolehkan, selama dijalankan dengan niat yang benar dan tidak memberatkan.

Hal ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat menjelang musim haji 2025, agar tetap mengutamakan esensi ibadah dibanding tampilan seremonial semata.

Buya Yahya menutup penjelasannya dengan mengajak umat untuk mengembalikan segala niat kepada Allah dan menata ulang tradisi sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Maka, walimatus safar bukanlah persoalan hukum semata, tapi juga etika sosial dan ketulusan hati. Jangan sampai yang diniatkan syukur berubah menjadi ajang pamer yang justru mengurangi keberkahan.

Dengan pemahaman ini, calon jemaah haji dapat melangkah menuju Baitullah dengan hati yang bersih dan niat yang lurus.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya