Ahli IT Kubu Jessica Ungkap Ada 96 Ribu Frame CCTV Olivier Hilang

Ahli IT yang dihadirkan pihak terdakwa Jessica Wongso, Rismon Hasioloan Sianipar menyatakan CCTV yang jadi barang bukti tidak asli.

oleh Muslim AR diperbarui 15 Sep 2016, 17:51 WIB
Diterbitkan 15 Sep 2016, 17:51 WIB
Sidang Jessica
Sidang lanjutan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di PN Jakarta Pusat, hingga Selasa (6/9/2016) dini hari, masih berlangsung. (Liputan6.com/Muslim AR)

Liputan6.com, Jakarta - Ahli IT yang dihadirkan pihak terdakwa Jessica Kumala Wongso, Rismon Hasioloan Sianipar menyatakan, rekaman CCTV Kafe Olivier yang dijadikan barang bukti tidak asli. Ia menduga ada modifikasi ilegal atau tempering yang dilakukan terhadap rekaman asli CCTV itu.

Dia menyebut jumlah frame dalam rekaman CCTV Kafe Olivier berdasarkan analisis metadata untuk video ch_17_15.11-16.17.mp4 adalah 98.750 frame. Tapi, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ahli IT yang dihadirkan JPU,  Muhammad Nuh, metadata dalam file bernama Ch_17_15.11_16.17.mp4 hanya berjumlah 2.707 frame.

Untuk itu ada 96.043 frame video yang hilang, sehingga banyak adegan yang direkayasa, dikurangi, dan ditambahi.

"Kesalahan ini dapat menyebabkan keterangan dan analisis saksi ahli diragukan keabsahannya," ujar Rismon di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016).

Rismon menjelaskan, frame rate video sebelum dipindah ke flashdisk sebesar 25 fps dengan resolusi 1920 x 1080 piksel. Sementara pada video-video lainnya memiliki frame rate 10 fps dengan resolusi 960 x 576 piksel.

Dengan begitu, terjadi perubahan kualitas atas video. Padahal, apabila rekaman video CCTV diekstraksi ke media lain seperti flashdisk atau harddisk tidak akan mengalami perubahan kualitas.

"Bisa saja harusnya ada gambar apa, misalkan tangan atau apa, yang seharusnya ada, menjadi kabur atau hilang sama sekali. Perbedaan resolusi frame dari CCTV dibanding dengan yang ada di flashdisk mengindikasikan ada tindakan pemanipulasian data video," jelas dia.

Rismon mengatakan ada tampering atau pemodifikasian, pengubahan, penambahan ataupun pengurangan dalam video dengan tujuan tidak baik dalam rekaman CCTV Kafe Olivier. Sehingga barang bukti dalam perkara kematian Mirna oleh saksi ahli digital forensik yang pernah dihadirkan JPU pada persidangan sebelumnya, diragukan keabsahannya.

"Kita menduga adanya perbuatan tampering suatu modifikasi ilegal bertujuan untuk tujuan tidak baik," tegas Rismon.

Dipertanyakan Jaksa

Hasil analisis Rismon memunculkan perdebatan dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jaksa Penuntut Umum mencecarnya dengan berbagai pertanyaan sama, yakni terkait apakah CCTV itu diedit, dimodifikasi, dan diubah.

"Jadi saudara ahli meyakini bahwa video ini sudah diubah dan dimodifikasi?" ujar Jaksa Ardito.

"Sangat jelas ada tempering-nya, duplikasi data bit by bit-nya tak ambivalen dengan storage-nya. Ini tempering, yakni memanipulasi citra atau video, atau dengan memodifikasi video," jawab Rismon.

Tak puas dengan jawaban ahli dari kubu Jessica, JPU malah menanyakan soal kemampuan dan keabsahan Rismon terhadap kemampuannya menganalisis video.

"Desertasi saya soal video, saya punya book chapter, saya memiliki jurnal dan sertifkasi, saksi ahli anda (JPU) punya?" heran Rismon.

Mirna Salihin tewas usai menyeruput es kopi Vietnam mengandung sianida di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 6 Januari 2016. Teman Mirna, Jessica Wongso, kini menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan berencana ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya