KPK Putuskan Tak Akan Banding Putusan Damayanti

Tidak hanya vonis hukuman 4,5 tahun penjara, Damayanti juga didenda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.

oleh Liputan6 diperbarui 03 Okt 2016, 15:15 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2016, 15:15 WIB
20160926-Damayanti Divonis 4,5 Tahun Penjara-Jakarta
Mantan Anggota Komisi V DPR F-PDIP Damayanti Wisnu Putranti‎ berjalan meninggalkan ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/9). Damayanti dijatuhi hukuman penjara 4 tahun dan 6 bulan oleh Majelis Hakim. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan menerima dan tidak akan mengajukan banding terhadap putusan perkara mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti, yang divonis 4,5 tahun penjara. Damayanti terbukti menerima suap terkait pengurusan anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Pimpinan (KPK menyatakan) kita tidak banding," kata ketua jaksa penuntut umum KPK dalam perkara Damayanti, Ronald F Worotikan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (3/10/2016).

Pada 26 September 2016, majelis hakim menyatakan Damayanti terbukti menerima suap 278.700 ribu dolar Singapura dan Rp 1 miliar. Dana tersebut merupakan komisi pengurusan program aspirasi di Kementerian PUPR. Tidak hanya vonis hukuman 4,5 tahun penjara, Damayanti juga didenda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Ketika itu, baik Damayanti maupun jaksa KPK menyatakan akan pikir-pikir selama tujuh hari.

Putusan hukuman terhadap Damayanti lebih rendah dari tuntutan jaksa, yang meminta hakim menjatuhi dia hukuman penjara selama enam tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.

"Alasannya, kalau dilihat dari pertimbangan kita sudah banyak masuk ke putusan, itu pertimbangan pertama. Kedua, hukuman pidananya juga sudah dua pertiga, kemudian dendanya juga sudah sesuai jadi itu pertimbangannya," kata jaksa Ronald.

Majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Mas'ud, Baslin Sinaga, Titik dan Sigit Herman Binaji juga tidak memenuhi tuntutan jaksa KPK agar hak Damayanti untuk menduduki jabatan publik dicabut selama lima tahun sejak Damayanti selesai menjalani pidana pokoknya.

"Memang tadinya kita mempertimbangkan putusan hakim yang tidak masuk yaitu mengenai pencabutan hak politik ini memang sudah didiskusikan dengan pimpinan kita akan melakukan upaya hukum apa tapi memang kesepakatannya untuk masalah hak politik kami tidak mengajukan banding karena ini terkait juga posisi Damayanti sebagai justice collaborator," ungkap jaksa Ronald.

Damayanti mendapat status justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkapkan perkara berdasarkan surat keputusan Pimpinan KPK No.Kep-911/01-55/08/2016 tanggal 19 Agustus 2016.

Menurut Ronald, KPK juga masih terus mengembangkan penyelidikan kasus ini.

"Sejauh ini yang sudah ditetapkan sebagai tersangka karena pengembangan itu kan ada Andi Taufan Tiro, ada Amran Hi Mustary dan juga Budi Supriyanto, Bu Damayanti juga sudah bersaksi mengenai... tapi ini juga tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak lain. Nanti penyelidik, penyidik akan berkoordinasi tapi untuk sementara yang sudah dinaikkan ke penyidikan baru itu tadi," jelas Ronald seperti dikutip dari Antara.

Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir memberikan uang suap kepada Damayanti agar dia mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan menggerakkan rekannya, anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto, agar mengusulkan kegiatan pekerjaan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara sebagai usulan 'program aspirasi' anggota Komisi V DPR sehingga masuk ke dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian PUPR 2016 dan nantinya dikerjakan oleh PT Windhu Tunggal Utama.

Dalam perkara ini masih ada tiga tersangka yang belum menjalani persidangan meski sudah ditahan yaitu anggota Komisi V dari fraksi PAN Andi Taufan Tiro, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Kementerian PUPR Amran Hi Mustary, dan anggota Komisi V dari Golkar Budi Supriyanto.

Tiga orang lainnya sudah dijatuhi hukuman. Rekan Damayanti, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi, sudah divonis masing-masing empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan sementara Abdul Khoir sudah divonis empat tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider lima bulan kurungan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya