Tak Terima Dicopot Dari Ketua, Irman Gusman 'Semprot' Anggota DPD

Menurut Irman Gusman, jika gugatan praperadilannya dimenangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akan menimbulkan komplikasi hukum.

oleh Oscar Ferri diperbarui 06 Okt 2016, 01:28 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2016, 01:28 WIB
Ketua DPD RI Irman Gusman
Awalnya Ketua DPD RI, Irman Gusman, tidak begitu saja mengakui menerima uang Rp100 juta diduga suap dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya saat tim KPK melakukan OTT di rumah dinasnya, Jakarta, Sabtu (17/9). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Irman Gusman tidak terima pencopotan dirinya dari jabatan Ketua DPD. DPD diketahui telah mengambil keputusan untuk menanggalkan jabatan ketua pada diri Irman usai ia ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dugaan suap.

Irman yang tidak terima pencopotan itu pun 'menyemprot‎' DPD. Menurut dia, DPD harus menghormati proses hukum yang tengah ditempuhnya, yakni praperadilan. Langkah praperadilan ditempuh berkaitan dengan status tersangkanya itu. 

"Ya ini kan masih ada praperdilan, baru asas praduga tak bersalah. Kita hormati dong proses hukum," kata Irman usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu malam (5/10/2016).

Irman mengatakan, tidak seharusnya DPD mencopot jabatannya sebelum ada putusan hakim praperadilan. DPD harusnya menunggu lebih dulu seperti apa putusan hakim praperadilan,‎ sebelum mengambil keputusan pencopotan dirinya dari jabatan ketua DPD.

Menurut Irman, jika gugatan praperadilannya dimenangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, akan menimbulkan komplikasi hukum. Lain halnya jika memang dia kalah di praperadilan.

"Iya kalau benar (menang praperadilan), kan itu bisa menimbulkan komplikasi hukum," ucap Irman.

Adapun praperadilan Irman Gusman akan mulai disidangkan Pengadilan Negeri Jaksel pada Selasa mendatang, 18 Oktober 2016‎. Sidang itu akan dipimpin oleh hakim tunggal, I Wayan Karya.

Dalam sidang paripurna luar biasa ke-3 masa sidang I pada 2016-2017, DPD menetapkan keputusan Badan Kehormatan (BK) tentang Pemberhentian Irman Gusman sebagai ketua DPD. Selanjutnya, Panitia Musyawarah DPD akan menggelar rapat untuk menentukan mekanisme penggantian ketua DPD.

KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor wilayah Sumatera Barat pada 2016, yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya.

Ketiganya, yakni bekas Ketua DPD RI Irman Gusman dan Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi‎. Irman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi sebagai hadiah atas rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor untuk CV Semesta Berjaya tersebut.

Irman Gusman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka ketiga orang ini merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim Satgas KPK di rumah dinas Ketua DPD RI di kawasan Widya Candra, Jakarta. Sejumlah orang, termasuk Irman, Xaveriandy, dan Memi diamankan tim satgas bersama barang bukti uang Rp 100 juta.

OTT itu merupakan hasil pengembangan penyelidikan KPK terkait kasus dugaan suap terhadap jaksa Kejaksaan Negeri Padang, Farizal yang dilakukan oleh Xaveriandy dalam perkara distribusi gula impor tanpa sertifikat SNI di Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat. Dari pengembangan penyelidikan kasus itu, tim penyelidik KPK mendapat informasi yang berhubungan dengan Irman Gusman.

‎Adapun, dalam perkara distribusi impor gula tanpa SNI itu, Xaveriandy sebagai terdakwa memberi suap Rp 365 juta kepada Farizal. Farizal merupakan Jaksa yang mendakwa Xaveriandy dalam perkara tersebut. Namun dalam praktiknya, Farizal bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum Xaveriandy dengan cara membuatkan eksepsi dan mengatur saksi-saksi yang menguntungkan Xaveriandy.

KPK kemudian menjerat Xaveriandy selaku pemberi suap dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Farizal sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya