Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy berencana memoratorium ujian nasional (UN). Tujuannya, agar para orangtua tak stres menghadapi ujian penentuan nasib pelajar.
Ketua Komisi X DPR Teuku Riefky Harysa menilai rencana itu terlalu tergesa-gesa. Sebab, rencana tersebut digelontorkan tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Komisi X yang membidangi soal pendidikan.
"Dengan kebijakan ini, para pemangku kepentingan dari 34 Provinsi dan 516 Kabupaten atau Kota menanyakan langsung ke Komisi X DPR RI," ungkap Riefky dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Senin (28/11/2016).
Advertisement
Menurut dia, salah satu pertimbangan moratorium UN yang disampaikan Mendikbud adalah agar orangtua tidak perlu stres tahunan karena adanya UN. Bila disimak, lanjut dia, pemangku kepentingan pendidikan mengalami stres bulanan karena adanya kebijakan Mendikbud.
"Sejak dilantik 27 Juli 2016, paling tidak, selama empat bulan ini ada lima kebijakan Mendikbud yang membuat stres bulanan yaitu full day school, sertifikasi guru akan diganti dengan program baru yang disebut dengan resonansi finansial, merevitalisasi komite sekolah dengan wajah baru dengan nama Badan Gotong Royong Sekolah, ingin merombak K13, dan yang terakhir moratorium UN. Jadi, bukan lagi stres tahunan tetapi stres bulanan," papar Riefky.
Politikus Partai Demokrat ini pun menyebut jika Komisi X DPR akan mengundang Mendikbud pada Kamis 1 Desember 2016 untuk meminta penjelasan secara langsung terkait dengan rencana moratorium UN.
"Komisi X ingin mendapatkan penjelasan secara komprehensif mulai dari apakah moratorium UN sudah didahului kajian dari sisi filosofis-yuridis dan sosiologis dan bagaimana hasil kajiannya, apakah proses pengambilan kebijakan moratorium UN sudah melibatkan para pemangku kepentingan, bagaimana rencana realokasi anggaran UN tahun 2017, bagaimana langkah mendatang terhadap evaluasi peserta didik dan satuan pendidikan secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan," tutur Riefky.
"Kebijakan moratorium UN ini merupakan isu penting karena melibatkan banyak pihak yaitu 34 Provinsi, 516 kabupaten atau kota, melibatkan 7.662.145 peserta didik (belum peserta didik di bawah naungan Kemenag), dan alokasi anggaran yang sudah anggarkan mendekati Rp 500 miliar," lanjut dia.
Dia pun meminta kepada pemerintah untuk tidak menambah kegaduhan dengan tidak mengeluarkan kebijakan pendidikan.
"Alangkah baiknya kebijakan pendidikan nasional yang akan diputuskan sudah melalui proses yang matang, dan diputuskan pada saat situasi dan kondisi yang sebagain besar pemangku kepentingan sudah memahaminya," Riefky memungkasi.