KPK Sarankan untuk Tidak Memilih Pemimpin dari Dinasti Politik

Nilai komitmen suap kepada Itoc mencapai Rp 6 miliar yang berasal dari dua pengusaha, Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi.

oleh Liputan6 diperbarui 03 Des 2016, 07:54 WIB
Diterbitkan 03 Des 2016, 07:54 WIB
20161202- KPK Tangkap Tangan Walikota Cimahi-Jakarta- Helmi Afandi
Ketua KPK Agus Rahardjo (kanan) memberi salam pada awak media jelang memberikan keterangan pers terkait OTT Walikota Cimahi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/12). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyarankan masyarakat tidak memilih pemimpin daerah yang berasal dari dinasti politik. Imbauan dikeluarkan setelah penangkapan Wali Kota Cimahi Atty Suharty dan suaminya yang Wali Kota Cimahi periode 2002-2012, M. Itoc Tochija.

"Ke depan masyarakat harus mempertimbangkan betul dalam memilih kepala daerah. Harapan kita kalau ada kepala daerah yang sering disebut dinasti seperti ini harus dipertimbangkan betul-betul apakah penerusnya kompeten dan berintegritas tinggi," kata Agus dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, seperti dikutip Antara, Jumat (2/12/2016).

Atty dan Itoc ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait dengan pembangunan Pasar Atas Baru tahap II di Cimahi senilai Rp 57 miliar.

Nilai komitmen suap kepada Itoc mencapai Rp 6 miliar yang berasal dari dua pengusaha, yakni Triswara Dhanu Brata dan Hendriza Soleh Gunadi.

"Pengalaman kami di KPK, ternyata generasi penerus dari dinasti tadi dalam banyak kesempatan dikendalikan oleh orang yang sebelumnya memerintah. Kasus ini juga, suami yang bersangkutan adalah Wali Kota Cimahi dua periode, kemudian digantikan istrinya," kata Agus.

Ia menimpali, "Istrinya itu hampir selesai memerintah dan mau pemilihan lagi. Dalam penyelidikan kami kelihatan kalau si istri dikendalikan suaminya."

Itoch Tohija adalah Wali Kota Cimahi 2002-2012 dan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Golongan Karya (Golkar) Cimahi. Namun, Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar menetapkannya berstatus nonaktif setelah penetapatan status tersangka dari KPK.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di KPK, Atty terakhir melaporkan hartanya pada 9 Juli 2012 dengan jumlah total harta senilai Rp 7,033 miliar.

Kekayaan Atty tersebut terdiri atas tanah dan bangunan senilai Rp 6,28 miliar yang berada di dua lokasi di Kota Bandung, mobil Nissan Serena senilai Rp 180 juta dan dua lahan pertanian senilai Rp 496,389 juta.

Atty juga memiliki harta bergerak senilai Rp 10,2 juta, giro dan setara kas lain sejumlah Rp 65,373 juta.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya