Arbi Sanit: Tak Mungkin Ahok Punya Niat Jahat terhadap Agama Lain

Menangis adalah hal lumrah yang biasa terjadi pada orang-orang, tak terkecuali Ahok.

oleh Oscar Ferri diperbarui 14 Des 2016, 07:25 WIB
Diterbitkan 14 Des 2016, 07:25 WIB
Sidang Perdana Ahok
Foto-foto sidang perdana ahok. (Pool/CNN Indonesia/Safir Makki/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sempat menangis saat membacakan eksepsi atau nota pembelaan atas dakwaan jaksa penuntut umum. Jaksa mendakwa Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.‎

Mengenai itu, Pengamat Politik dari Universitas Indonesia Arbi Sanit melihat, tangisan Ahok itu menjadi bukti bahwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif itu tak melakukan penistaan agama sebagaimana dakwaan jaksa.

"Dia punya perasaan. Tidak mungkin dia punya niat jahat buat agama lain. Dan itu yang ditunjukkan dia," ujar Arbi di Jakarta, Selasa 13 Desember 2016.

Menurut Arbi, menangis adalah hal lumrah yang biasa terjadi pada orang-orang. Tak terkecuali Ahok yang ketika eksepsi itu tengah mengenang kembali pengalaman hidupnya yang punya kedekatan dengan banyak orang yang beragama lain.‎

"Sa‎ya dengar dia itu nostalgia sama kehidupannya yang dekat dengan orang-orang yang lain agama. Saya kira itu biasa saja. Dia sedang nostalgia. Dia menjelaskan orang-orang sekitarnya kepada pengadilan," ujarnya.‎

Berkenaan dengan komentar-komentar miring tentang tangisan itu, Arbi meminta Ahok tak perlu mendengarkannya. Karena sisi perasaan merupakan aspek kemanusiaan yang pasti ada pada diri setiap orang.

"Tak usah didengar. Itu kan karena aspek kemanusiaan, semua orang punya. Jangan dengar komentar-komentar orang lain," kata dia.

Lebih jauh Arbi menilai, dirinya lebih percaya kepada Ahok yang sudah terbukti memimpin dan membangun Jakarta dalam dua tahun terakhir.

"‎Saya percaya sama dia, kalau saya orang Jakarta saya pilih dia. Karena apa yang sebenarnya salah dari Ahok, menurut saya tak ada yang salah," ujar Arbi.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya