Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) menegaskan fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan hukum positif Indonesia. Karena itu, ia meminta organisasi masyarakat (ormas) tidak bisa melakukan penegakan sewenang-wenang dengan melakukan sweeping.
"Aturan (MUI) itu aturan agama, selalu untuk diri sendiri sehingga penegakan hukumnya dosa dan neraka, bukan sweeping," kata JK di Istana Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Selasa 20 Desember 2016.
Pernyataan Wapres tersebut ditegaskan untuk menanggapi aksi ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping atau razia dengan dalih menegakkan fatwa MUI tentang larangan mengenakan atribut Natal.
Advertisement
"Tidak bisa, ormas tidak bisa melakukannya (penegakan hukum), itu fungsi polisi," kata dia, seperti dikutip dari Antara.
Wapres RI menambahkan, ormas harus mengerti fatwa MUI itu tidak mengikat, bahkan untuk umat Islam, karena hubungannya antara pribadi dengan Tuhannya. "Kalau ada yang melanggar, ya melanggar hukum agama, ada hukumnya, dosa dan neraka," kata dia.
Oleh karena itu, Wapres mengimbau agar aparat penegak hukum yang sah, yakni Polri, untuk menindak ormas yang melakukan razia sewenang-wenang.
Pada Senin 19 Desember 2016, Kapolri Jenderal Tito Karnavian melarang aksi sweeping atau razia di berbagai pusat perbelanjaan dan kantor-kantor perusahaan oleh kelompok masyarakat terkait fatwa MUI.
Pernyataan Tito Karnavian itu disampaikan setelah muncul kemarahan publik, terutama melalui media sosial, atas tindakan ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping di pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya, Jawa Timur, Minggu 18 Desember 2016.