KPK Perpanjang Masa Penahanan Bupati Klaten Sri Hartini

KPK memperpanjang penahanan terhadap Sri Hartini yaitu mulai 1-30 Maret 2017.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 27 Feb 2017, 20:22 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2017, 20:22 WIB
20170111- Pemeriksaan Perdana Bupati Klaten Nonaktif- Sri Hartini-Jakarta- Helmi Afandi
Bupati Klaten nonaktif, Sri Hartini diperiksa sebagai saksi dengan tersangka Suramlan untuk kasus dugaan suap terkait promosi dan mutasi jabatan di lingkungan Kabupaten Klaten, Jakarta, Rabu (11/1). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Bupati Klaten Sri Hartini memenuhi panggilan penyidik KPK. Kedatangan dia kali ini didampingi kuasa hukumnya, Magda Widjajana.

Magda mengatakan, keberadaan Sri di Gedung KPK tak berkaitan dengan pemeriksaan sebagai tersangka. Melainkan hanya perpanjangan penahanan selama 30 hari ke depan.

"‎Tadi tidak ada jadwal pemeriksaan, hanya perpanjangan masa penahanan yang ketiga, 30 hari," ujar Magda di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (27/2/2017).

Sebelumnya, Sri Hartini telah melalui dua kali perpanjangan masa penahanan. Pertama 20 hari dan berikutnya 40 hari. Ini merupakan perpanjangan penahanan ketiga tersangka suap jual beli jabatan di Pemkab Klaten.

Terkait pengajuan Sri Hartini sebagai Justice Collaborator (JC), Magda mengaku hal tersebut belum dikabulkan oleh KPK.

"Soal JC juga belum, belum ada jawaban. Kasus ini masih lama, masih panjang," kata dia.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan hal tersebut. Masa penahanan Sri Hartini diperpanjang dari 1 - 30 Maret 2017.

"Justice collaborator masih kami pertimbangkan, karena perlu dilihat keterangan yang diberikan hingga konsistensi tersangka sampai di persidangan nantinya," kata Febri.

KPK resmi menetapkan Bupati Klaten Sri Hartini sebagai tersangka kasus dugaan suap jual-beli jabatan terkait rotasi sejumlah jabatan di Pemkab Klaten. Selain Sri, KPK menetapkan Kepala Seksi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten, Suramlan,‎ ‎sebagai tersangka.

Sri, bupati yang diusung PDIP diduga menerima suap sekitar Rp 2 miliar lebih, US$ 5.700, dan 2.035 dolar Singapura dari para pihak yang memesan jabatan tertentu.

Sebagai penerima suap, Sri dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sedangkan, kepada Suramlan selaku terduga penyuap, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya