KPK Cegah ke Luar Negeri Pengatur Suap E-KTP Andi Narogong

Tidak hanya Andi, KPK juga mencegah sejumlah saksi kasus e-KTP bepergian ke luar negeri.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 14 Mar 2017, 22:02 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2017, 22:02 WIB
Tidak hanya Andi, KPK juga mencegah sejumlah saksi kasus e-KTP bepergian ke luar negeri.
Tidak hanya Andi, KPK juga mencegah sejumlah saksi kasus e-KTP bepergian ke luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah salah seorang yang terkait kasus e-KTP, Andi Agustinus atau Andi Narogong untuk bepergian ke luar negeri.

Dalam dakwaan, Andi sendiri diduga sebagai pengatur dan penghubung suap pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik, e-KTP.

Bukan hanya Andi, beberapa saksi juga sudah dicegah ke luar negeri sejak enam bulan yang lalu. Pihak KPK sudah melayangkan surat tersebut kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham.

"Beberapa saksi masih tahap pencegahan (ke luar negeri) termasuk Andi dan saksi yang lain. Masih dalam status cegah yang lama," ungkap Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Terkait saksi lainnya yang dicegah ke luar negeri, Febri mengaku belum mendapatkan informasi lebih lanjut. Namun, pencegahan tersebut akan habis masa berlakunya pada Maret 2017 ini.

Febri mengaku, jika saksi tersebut masih dibutuhkan penyidik KPK, maka pencegahan bepergian ke luar negeri ini akan diperpanjang. "Jika memang dibutuhkan kita akan memperpanjang," kata Febri.

Diketahui, dua mantan anak buah Gamawan Fauzi, yakni Irman dan Sugiharto didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dalam proyek e-KTP. Dalam kasus e-KTP ini, Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun.

Irman merupakan Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sementara itu, Sugiharto ialah Mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri.

Atas perbuatannya itu, Irman dan Sugiharto didakwa melangar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam dakwaan kasus e-KTP ini disebutkan nama-nama besar yang diduga ikut menikmati aliran dana megaproyek senilai Rp 5,9 triliun.

Mereka adalah Anas Urbaningrum, Melcias Marchus Mekeng, Olly Dondokambey, Tamsil Lindrung, Mirwan Amir, Arief Wibowo, Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Agun Gunandjar, Mustoko Weni, Ignatius Mulyono, Taufik Effendi, Teguh Djuwarno, Miryam S Haryani.

Kemudian, Nu'man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini, Markus Nari, Yasonna H. Laoly, Khatibul Umam Wiranu, M. Jafar Hafsah, Ade Komarudin, Marzuki Ali, dan 37 anggota Komisi II lainnya.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya