Komentar MUI soal Gugatan Larangan Nikah dengan Teman Sekantor

Aturan tersebut berpotensi digugat di MK lantaran diduga bertentangan dengan konstitusi.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 20 Mei 2017, 02:06 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2017, 02:06 WIB
Gedung MUI
Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jalan Proklamasi No 51, Menteng, Jakarta Pusat. (bimasislam.kemenag.go.id)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi turut menyoroti gugatan sejumlah pekerja mengenai larangan menikah dengan rekan yang sekantor ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, pengajuan uji materi atau judicial review tersebut sah-sah saja.

Zainut mengatakan, Pasal 153 ayat 1 huruf f UU No 3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah pasal karet. Di satu sisi, pasal itu seolah-olah melindungi buruh atau pekerja yang memiliki ikatan pertalian darah atau perkawinan dengan rekan sekantornya.

"Tetapi semua itu dimentahkan kembali dengan adanya ketentuan pengecualian melalui perjanjian kerja atau kontrak kerja yang dituangkan dalam peraturan perusahaan. Maka ketentuan dalam pasal 153 tersebut di atas menjadi batal," ujar Zainut melalui keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (19/5/2017).

Adapun isi Pasal 153 ayat 1 huruf f UU No 3 Tahun 2003 adalah: "Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama."

Namun begitu, Zainut menegaskan dari segi agama tidak ada larangan menikah dengan rekan kerja yang sekantor sepanjang syarat dan rukun pernikahannya terpenuhi. "Dan keduanya tidak ada hubungan nasab yang mengharamkan atau melarangnya," tutur dia.

Jika diteliti, kata dia, Pasal 153 ayat 1 huruf f UU No 3 Tahun 2003 sebenarnya bukan mengatur aspek pernikahan, tapi lebih pada hubungan kerja. Karena itu, pihaknya meminta agar masyarakat memahami duduk persoalan ini.

Meski demikian, MUI menilai bahwa aturan tersebut berpotensi untuk digugat di MK lantaran diduga bertentangan dengan konstitusi, yaitu terkait dengan Pasal 27 dan Pasal 28 UUD 1945 berupa hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan dan hak untuk melangsungkan pernikahan.

"Karena itu, MUI mempersilakan kepada kelompok masyarakat untuk mengajukan uji materi ke MK sebagai wujud kepeduliannya terhadap nasib para pekerja atau buruh dan sekaligus sebagai bentuk kesadarannya terhadap hukum," ujar Zainut.

Sebelumnya, delapan pegawai PT PLN (Persero) yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pegawai PLN melakukan uji materi ke MK terkait larangan menikah dengan rekan yang sekantor sebagaimana tertuang dalam Pasal 153 ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Delapan pegawai itu adalah Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputra, Airtas Asnawi, Saiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih. Mereka merupakan anggota serikat pekerja PLN dari Palembang, Jambi, dan Bengkulu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya