Anggota Komisi I DPR: Fatwa Medsos MUI Harus Ada Sinkronisasi

Perlu ada koordinasi MUI, Polri, dan Menkominfo terkait implementasi fatwa media sosial MUI di lapangan.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 06 Jun 2017, 19:05 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2017, 19:05 WIB
Fatwa Media Sosial MUI
Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jalan Proklamasi No 51, Menteng, Jakarta Pusat. (bimasislam.kemenag.go.id)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi I DPR Bobby Adhityo Rizaldi menyambut baik fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial.

Namun, agar berjalan dengan baik dan efektif, menurut Bobby, perlu ada koordinasi MUI, Polri, dan Menkominfo terkait implementasi fatwa di lapangan.

"Agar tidak multitafsir, perlu suatu forum antara Menkominfo dan Kapolri, agar jangan terjadi kriminalisasi hate speech, seperti yang banyak dikuatirkan banyak elemen masyarakat," kata Bobby di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/6/2017).

Politikus Partai Golkar ini memandang perlunya sinkronisasi fatwa MUI dengan pasal-pasal pidana dalam UU ITE, agar tidak ada pemahaman soal pembatasan kebebasan berpendapat.

"Sehingga masyarakat akan semakin bijak dalam menggunakan medsos," ujar Bobby.

Penggunaan media sosial yang tidak terkontrol, kata Bobby, membuat MUI mengeluarkan fatwa halal-haram. Fatwa ini dinamai dengan Fatwa Medsosiah.

Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin mengatakan, fatwa ini sebagai acuan, baik itu secara hukum maupun bersifat pedoman. Setidaknya, ada lima hal yang diharamkan dalam Fatwa Medsosiah tersebut.

1. Gibah
Gibah mempunyai arti membicarakan keburukan orang lain, termasuk di antaranya fitnah, namimah (adu domba), dan penyebaran sifat permusuhan.

2. Bullying
Mengingat maraknya cyber bullying, MUI juga memasukkan hal itu sebagai salah satu poin yang haram hukumnya dilakukan bagi pengguna media sosial. Bullying meliputi ujaran kebencian, ujaran permusuhan atas dasar suku, agama, ras dan antargolongan.

3. Hoaks
Hampir tidak bisa dibedakan mana informasi yang benar dan bohong. Dengan Fatwa Medsosiah penyebaran informasi bohong dapat diminimalisir. Informasi hoaks menyangkut informasi yang benar namun tidak sesuai dengan waktunya. Atau informasi dengan tujuan melucu, misalnya menyebarkan informasi tentang kematian seseorang padahal orang itu masih hidup.

4. Pornografi
Konten porno masuk salah satu hal yang diharamkan MUI lantaran bertentangan dengan hukum syar'i. Konten porno menyangkut informasi berupa teks, foto, maupun video. MUI juga melarang penyebaran hal-hal yang bersifat maksiat.

5. Buzzer
Aktivitas buzzer diharamkan MUI, khususnya bagi mereka yang mencari keuntungan dengan cara menyediakan atau menyebarkan informasi hoaks, gibah, fitnah, namimah, bulliying, aib, dan gosib. Profesi buzzer, baik yang bertujuan untuk muamalah maupun non-muamalah, hukumnya haram.

Fatwa Medsosiah diresmikan pada 13 Mei 2017 dan baru disahkan secara simbolis antara MUI dan Kemenkominfo. MUI berharap, dengan disahkannya fatwa ini pada Ramadan, setiap pengguna media sosial dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak baik.

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya