KPK Akan Minta Bantuan Interpol Usut Kasus BLBI

KPK jalin kerja sama dengan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau Komisi Pemberantasan Korupsi Singapura mengusut kasus ini.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 09 Jun 2017, 06:39 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2017, 06:39 WIB
Massa Geruduk KPK, Tuntut Penuntasan Kasus BLBI
Puluhan massa Barisan Rakyat Sikat Koruptor (BRSK) melakukan aksi di depan gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/8/14). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk meminta bantuan Interpol memeriksa pemegang saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yaitu Sjamsul Nursalim guna mengusut kasus SKL BLBI. Sjamsul diketahui berada di Singapura.

"Nanti kalau memang ada kebutuhan lain sehingga kami perlu kerja sama dengan Interpol sesuai dengan peraturan hukum yang ada. Tentu kami perlu pertimbangkan secara serius," jelas Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/6/2017).

Dia mengatakan, KPK kini tengah menjalin kerja sama dengan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) atau Komisi Pemberantasan Korupsi Singapura untuk mengusut kasus ini. Hal itu dilakukan untuk mencari informasi ke luar negeri terkait kasus SKL BLBI.

"Untuk perkara SKL BLBI, kebutuhan pemeriksaan saksi atau pencarian informasi lain, kami lakukan kerja sama dengan lembaga Internasional baik di Singapura yaitu CPIB atau yang lainnya," kata Febri.

SKL untuk BDNI diterbitkan oleh Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN. Syafruddin Temenggung menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002.

Pada Mei 2002, dia mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk mengubah proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp 1,1 triliun dibebankan kepada petani tambak yang merupakan kreditor BDNI. Sedangkan sisanya Rp 3,7 triliun, BDNI tetap harus dibayarkan.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Syafruddin sebagai tersangka. Syafruddin disangkakan KPK melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya