Wakapolri Isyaratkan Kasus Pidana Ulama Tetap Berjalan

Wakapolri Polri Komjen Syafruddin mengisyaratkan akan terus melanjutkan kasus pidana yang melibatkan ulama.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 11 Jun 2017, 07:25 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2017, 07:25 WIB
akpol
Wakapolri memberi keterangan pers seputar perkembangan kasus Akpol. (foto : Liputan6.com/edhie prayitno ige

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Kepala Polri Komjen Syafruddin mengisyaratkan akan terus melanjutkan kasus pidana yang melibatkan ulama. Antara lain kasus yang menjerat pimpinan ormas Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dan pentolan Forum Umat Islam (FUI) Al Khaththath.

"Kita ikuti saja mekanisme hukum jangan mekanisme yang lain. Mekanisme hukum kan sudah ada," kata Syafruddin di Djakarta Theater, Jakarta, Sabtu (10/6/2017).

Mantan Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu memastikan, siapapun yang terlibat kasus hukum harus diselesaikan lewat koridor hukum. Tak terkecuali ulama. Penghentian kasus, Syafruddin menganggap, bukan suatu langkah yang tepat.

"Polri mengikuti koridor hukum dan mekanisme hukum," tegas Syafruddin.

Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mendatangi Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Tujuan kedatangannya untuk membahas aduan Presidium Alumni 212 soal dugaan kriminalisasi ulama.

Natalius Pigai mengatakan, Presidium Alumni 212 dan beberapa komunitas Muslim ingin melakukan rekonsiliasi dan berdamai dengan pemerintah.

Dia pun meminta pemerintah menyelesaikan masalah tersebut secara komprehensif. Dia meminta agar pemerintah tidak menyelesaikan masalah ini melalui jalur hukum. Meski dia dan Komnas HAM mengaku tetap menghormati proses hukum yang berlangsung.

"Proses hukum itu akan terhenti apabila Presiden mengambil keputusan. Karena pengambilan keputusan untuk menyelesaikan nonyudisial, itu ada di tangan Presiden. Seandainya, Presiden berkeinginan untuk menyelesaikan secara komprehensif, maka Presiden dapat memerintahkan kepolisian dan kejaksaan untuk menutup SP3 ataudeponering (mengesampingkan penuntutan karena kurangnya bukti)," ucap Natalius, Jakarta, Jumat 9 Juni 2017.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya