Liputan6.com, Yogyakarta - Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berpendapat polemik hak angket DPR dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) muncul karena melupakan sila ke-4 Pancasila. Sila tersebut berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan, permusyawaratan/perwakilan.
"Hak angket itu kan instrumen politik saja, di balik itu ada keinginan apa, ada kemauan apa. Kalau ada musyawarah, siapa tahu tidak perlu hak angket," ujar dia di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Minggu malam, 11 Juni 2017.
Menurut Haedar, KPK maupun DPR harus jujur kepada diri sendiri. Apa sesungguhnya persoalan di balik pengguliran hak angket KPK tersebut. Ia menyarankan mereka agar dapat berembuk mencari titik temu.
Advertisement
"KPK bukan lembaga suci, DPR juga masih ada orang yang punya nurani untuk rakyat," ucap dia.
Bahkan dia meminta kedua lembaga itu dapat melakukan introspeksi diri. Mengingat keduanya saat ini menjadi sorotan masyarakat.
Dalam Hak Angket DPR, tujuh fraksi telah mengirimkan perwakilannya ke Pansus. Sedangkan dua fraksi menolak untuk tidak ikut serta dalam pansus tersebut.
Fraksi tersebut adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai ini secara resmi sudah menolak hak angket melalui forum sidang paripurna.
Sikap yang sama diambil Partai Demokrat yang menolak hak angket KPK tersebut. Sedangkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) masih belum menentukan sikap.