Tak Ada Tempat untuk Preman di Kalijodo

RPTRA Kalijodo adalah cerita sukses penertiban. Dan bukan tak mungkin untuk ditularkan ke kawasan tetangganya di seberang Kali Angke.

oleh RinaldoAhmad Romadoni Nafiysul QodarMuslim ARLizsa Egeham diperbarui 14 Jun 2017, 19:13 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2017, 19:13 WIB
Bangunan Liar di Kolong Tol Seberang Kalijodo Mulai Dirobohkan
Petugas Satpol PP dengan pakaian anti huru hara lengkap mengamankan kegiatan penertiban bedeng liar di bawah kolong Tol Teluk Intan, Jakarta, Rabu (14/6). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Operasi penertiban di kolong Tol Teluk Intan, Kelurahan Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, berhasil meratakan kawasan yang sebelumnya dipenuhi oleh bedeng-bedeng liar milik warga.

Sepanjang Rabu (14/6/2017) pagi tadi, mereka yang menghuni kawasan Kalijodo itu lagi-lagi tak berkutik ketika aparat dan alat berat mengusir warga dan merobohkan bangunan liar milik mereka.

Itulah kondisi kawasan Kalijodo saat ini, yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Bahkan, dua tahun lalu tak ada yang berani membayangkan kawasan ini akan berubah bentuk, dari kawasan yang dianggap tak tersentuh aparat hingga kini malah menjadi langganan aparat yang akan melakukan penertiban.

Nama Kalijodo sudah dikenal dan melegenda sebagai salah satu kawasan prostitusi tertua di Jakarta. Saking terkenalnya, cerita tentang Kalijodo pernah diangkat dalam sebuah novel berjudul Ca Bau Kan, yang kemudian difilmkan pada 2002.

Tidak seperti kawasan prostitusi lainnya di Ibu Kota, Kalijodo bisa bertahan lama karena bekingan premannya dikenal sangat kuat. Sehingga pejabat sekelas Gubernur DKI Jakarta pun seolah tak punya nyali ketika harus berhadapan dengan preman penguasa Kalijodo.

Petugas satpol PP membongkar bedengnya di bawah kolong Tol Teluk Intan, Jakarta, Rabu (14/6). Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menegaskan, kawasan tersebut dilarang digunakan sebagai tempat pemukiman. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Namun, sebuah peristiwa di awal 2016 lalu seolah menjadi musibah yang membawa berkah. Jarum jam menunjukkan pukul 04.10 WIB, ketika sebuah mobil Toyota Fortuner tiba-tiba menabrak sepeda motor di kilometer 15, Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat.

Kecelakaan yang terjadi pada Senin 8 Februari 2016 itu pun membuat empat orang tewas dan tiga lainnya terluka.

Usut punya usut, sopir Fortuner yang bernama Riki Agung Prasetyo ternyata baru saja bersenang-senang di lokasi hiburan malam, Kalijodo. Di tempat hiburan malam itu, Riki bersama teman-temannya menenggak minuman keras.

"Semua minum bir, buka 10 botol buat bersembilan," ucap Rizka, seorang pemandu lagu di salah satu kafe di Kalijodo.

Di bawah pengaruh minuman keras, Riki megendarai Fortuner dan akhirnya menabrak sebuah motor yang dikendarai sepasang suami istri, yang menyebabkan keduanya tewas. Dua korban tewas lainnya yakni teman Riki yang menumpang Fortuner.

Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian saat operasi menangani penyakit masyarakat di kawasan Kalijodo, Jakarta Utara, Sabtu (20/2). Ribuan aparat gabungan dikerahkan dalam operasi Pekat tersebut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kecelakaan maut ini membuat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok geram. Publik pun tak kalah lantang berteriak agar lokalisasi itu ditutup selamanya. Ahok yang sejak awal menjabat memang sudah gerah dengan keberadaan Kalijodo akhirnya menemukan amunisi untuk menutup kawasan itu.

Dengan dukungan Kapolda Metro Jaya saat itu Irjen Tito Karnavian dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Teddy Lhaksmana, Ahok pun mantap melangkah. "Yang pasti Kapolda, Pangdam sudah siap mendukung. Kita tinggal kirim peringatan 1, 2, dan 3," tegas Ahok.

Setelah mengirim Surat Peringatan 1, 2 dan 3, Pemprov DKI dibantu personel Polda Metro Jaya bersiap membongkar kawasan Kalijodo. Ahok mengatakan, Kalijodo harus sudah tertib saat Jakarta menjadi tuan rumah Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada 6-7 Maret 2016. Sebagai gantinya, Pemprov DKI akan memindahkan warga ber-KTP DKI ke rusunawa.

 

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

 

 

Perlawanan Kelompok Preman

Meski rencana Ahok sudah matang, tak berarti penggusuran Kalijodo berlangsung mulus. Belum sempat diratakan, sudah muncul penolakan dari mereka yang menjadikan Kalijodo sebagai ladang mengais rupiah. Salah satu pentolan Kalijodo, Abdul Azis atau Daeng Azis, bahkan terang-terangan menolak penggusuran kawasan yang dulu bernama Kali Angke itu.

Daeng Azis bahkan mengultimatum Ahok. Dia mengancam Ahok agar tak lagi mengusik ketenangan warga Kalijodo. Dia bahkan menyatakan Ahok sebagai musuh bersama dan mengajak para korban penggusuran Ahok untuk menuntut keadilan.

"Pada prinsipnya, jangan saya dipaksakan untuk melawan," kecam Daeng.

Namun demikian, Ahok tak mempan diancam dan digertak. Dia pun mulai menertibkan kawasan Kalijodo. Sabtu dinihari 20 Februari 2016, tak lama setelah azan Subuh berkumandang, warga Kalijodo terbangun oleh hiruk pikuk pria berseragam yang menyisir 66 kafe di tempat itu.

Suasana ketika 5.000 personel gabungan dari Polda Metro Jaya, Kodam Jaya dan Pemprov DKI bersiaga di kawasan Kalijodo, Jakarta, Senin (29/2). Ribuan personel tersebut dikerahkan untuk mengamankan penggusuran Kalijodo. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Dalam penyisirannya, pasukan berseragam itu menemukan gudang miras, anak panah beracun dan senjata tajam lainnya. Demikian pula foto-foto perempuan, ratusan kondom, hingga poster porno di kawasan prostitusi yang sudah dikenal sejak 1930-an itu.

"Ada sekitar 10 ribuan bir yang kita temukan di sini (Kafe Intan), 400 anak panah yang kami duga beracun," ujar Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya Kombes Martuani Sormin di lokasi.

Ada pun jumlah senjata tajam yang berhasil disita yakni 2 palu, 8 linggis, 3 tang, 9 obeng, 1 senapan angin, 436 anak panah, 2 celurit, 9 golok, 1 sangkur, 1 gunting, 1 pahat, 1 kater, 1 tombak, 8 ketapel, 22 karet ketapel.

Polda Metro Jaya juga memburu para preman di Kalijodo. Kapolda Metro Jaya Tito Karnavian menginstruksikan kepada jajarannya meringkus preman yang mereka temukan di kawasan perjudian dan prostitusi itu.

Sejumlah Petugas gabungan saat berjaga di kawasan prostitusi Kalijodo, Jakarta Utara, Senin (29/2). Dalam hitungan jam, puluhan bangunan di kawasan tersebut mulai rata dengan tanah serta menjadi tontonan warga. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Tepat pada akhir Februari 2016, bangunan di Kalijodo akhirnya dibongkar. Delapan bulldozer dan 25 unit truk besar dan kecil dikerahkan untuk membongkar dan mengangkut puing bangunan di Kalijodo. Pasukan gabungan dari Polisi, TNI, dan Satpol PP bersiaga selama pembongkaran.

Dalam waktu delapan jam, 378 bangunan di Kalijodo akhirnya rata dengan tanah. Kini, riwayat Kalijodo sebagai lokalisasi tertua di Jakarta pun tinggal kenangan, terkubur bersama reruntuhan kafe dan bangunan di Kalijodo.

Gubernur Ahok menyaksikan pembongkaran Kalijodo melalui televisi. Dia mengatakan, akan menyulap Kalijodo menjadi sebuah taman dan ruang terbuka hijau, di mana di dalamnya ada jogging track dan lapangan futsal. Ahok menargetkan pembagunan selesai dalam 5 bulan.

 

Wajah Baru dan Lama

Tak sampai 10 bulan sejak penertiban, wajah Kalijodo kini telah berubah total. Tak terlihat lagi lorong gelap atau rumah kumuh di kawasan ini. Ahok sudah menyulap Kalijodo menjadi taman rekreasi yang akrab disebut Ruang Publik Terpadu Tamah Anak (RPTRA).

Di kawasan seluas sekitar 1 hektare lebih itu dibangun beragam fasilitas. Ada jalur lari, lapangan futsal, taman-taman yang ditanami berbagai jenis pohon, dan rumput yang lembut. Terlihat juga jalur permainan papan luncur atau skate board.

Dalam sekejap, pamor Kalijodo berubah dari lokalisasi menjadi taman rekreasi yang populer. Banyak warga Ibu Kota menjadikan RPTRA Kalijodo sebagai lokasi wisata layaknya tempat-tempat rekreasi lainnya di Jakarta. Kalau dulu Kalijodo dijauhi, kini ramai dikunjungi.

Lantas, dengan bersihnya kawasan ini, ke mana perginya warga serta pekerja seks komersial (PSK) yang dulu mendiami Kalijodo? Berbagai jalan telah diambil oleh mereka untuk melanjutkan kehidupannya. Ada yang kembali ke kampung halaman, ada juga yang tetap bertahan di Ibu Kota guna mencari peruntungan atau melanjutkan pekerjaannya sebagai PSK.

Ternyata, diam-diam mereka ada yang kembali ke Kalijodo. Gerakan mereka awalnya tak banyak mengundang perhatian, karena yang dituju bukanlah kawasan Kalijodo yang kini sudah menjadi RPTRA, melainkan Kalijodo yang berada di seberang Kali Angke atau kolong Tol Teluk Intan di Kelurahan Pejagalan.

Sejumlah anak bermain di areal RPTRA Kalijodo, Jakarta, Jumat (14/4). Sejumlah warga menghabiskan libur Paskah dengan mengajak putra-putrinya bermain di areal RPTRA Kalijodo. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Mereka kemudian mulai kembali membangun bedeng-bedeng liar dengan berdinding tripleks. Berbagai aktivitas kehidupan malam kembali menggeliat. Lampu remang-remang di waktu malam bisa dilihat dari RPTRA Kalijodo jika pandangan dialihkan ke seberang Kali Angke atau ke bawah Tol Teluk Intan.

Kondisi inilah yang kembali membuat Pemprov DKI geram. Target pun dipasang. Pelaksana tugas Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat kemudian mematok waktunya: Sebelum Lebaran, kawasan Kalijodo di seberang RPTRA harus sudah ditertibkan.

Dan pada Rabu pagi tadi, ratusan aparat gabungan mulai membersihkan kawasan itu. Dibantu tiga alat berat, tak banyak perlawanan yang didapat aparat, penertiban yang sudah diberitahukan itu berjalan lancar.

Saat penertiban, antara lain ditemukan bon atau nota pembelian bir di lokasi tersebut. Bon tersebut bertuliskan pembelian bir hitam, bir putih, dan alat kontrasepsi yang bertuliskan KD. Ada puluhan bon dengan pembelian yang hampir sama yaitu bir, alat kontrasepsi, dan makanan ringan lainnya di kolong tol Kalijodo.

"Ada dua buku rekap tamu terus 15 botol bekas minuman keras, lampu disko, kondom," jelas Kapolres Jakarta Utara Kombes Pol Dwiyono.

Dua orang anak menyelamatkan barangnya saat penertiban di bawah kolong Tol Teluk Intan, Jakarta, Rabu (14/6). Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menegaskan, kawasan tersebut dilarang digunakan sebagai tempat pemukiman. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Selain barang-barang itu, petugas juga menemukan banyak senjata tajam. Termasuk anak panah, golok, celurit dan pisau. Meski begitu, operasi penyisiran, kata Dwiyono, berlangsung aman.

Berdasarkan pantauan di lapangan, bangunan yang kini rata dengan tanah itu, sebelumnya adalah kafe. Namun di belakang kafe-kafe tersebut ada juga beberapa kamar yang ukurannya 2×2 cm.

Semua itu membuktikan, kalau aktivitas terlarang masih berlangsung di kawasan Kalijodo. Tak mudah memang mengubah nama Kalijodo sebagai lokasi prostitusi tertua dengan sesuatu yang baru dan berbeda. Namun, bukan berarti tidak bisa.

RPTRA Kalijodo adalah cerita sukses penertiban itu. Dan bukan tak mungkin untuk ditularkan ke kawasan tetangganya di seberang Kali Angke, agar cerita kelam Kalijodo di masa lalu tak lagi terlihat oleh generasi mendatang.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya