KPK Dalami Pengalihan Aset BDNI Milik Sjamsul Nursalim

KPK meminta keterangan mantan Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) Iwan Ridwan Prawiranata.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 07 Jul 2017, 08:24 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2017, 08:24 WIB
20161206-Kabiro-Humas--HA1
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah usai memberi keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). Setelah Taufiqurahman ditetapkan sebagai tersangka, KPK melakukan penggeledahan beberapa tempat di Nganjuk dan Jombang. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami proses pengalihan aset Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yakni dengan meminta keterangan mantan Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) Iwan Ridwan Prawiranata.

"Dalam kasus BLBI, untuk mantan pejabat BI, kita mendalami proses pengalihan aset atau pengalihan BDNI pada BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional)," terang Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 6 Juli 2017.

Sementara terhadap saksi Jamin Wahab dari unsur swasta, KPK ingin mencari tahu soal aset-aset perusahaan milik Sjamsul Nursalim.

"Terhadap saksi Jamin Wahab didalami informasi terkait transaksi penjualan aset eks BDNI. Kita terus mendalami kasus BLBI ini," ujar Febri.

Sebelumnya, pada Rabu 6 Juli 2017, KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Dewan Gubernur BI Iwan Ridwan Prawiranata dan Jamin Wahan dari swasta. Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung, yang terseret kasus skandal Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

KPK dalam kasus ini telah memanggil mantan Komisaris PT Gajah Tunggal, Mulyati Gozali. Pemeriksaan terhadap Mulyati untuk mendalami kasus SKL BLBI.

Sebagai informasi, PT Gajah Tunggal adalah salah satu perusahaan pemegang saham di Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim.

SKL untuk BDNI diterbitkan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN. Syafruddin Temenggung menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002. Pada Mei 2002, dia mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk mengubah proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan Syafruddin sebagai tersangka.

Syafruddin disangkakan KPK melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya