Setya Novanto Tersangka E-KTP, Ini Reaksi Golkar Sulut

Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto resmi berstatus tersangka kasus e-KTP. Lantas bagaimana reaksi dan sikap Partai Golkar di daerah?

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 18 Jul 2017, 07:35 WIB
Diterbitkan 18 Jul 2017, 07:35 WIB
20160614-Ketum Partai Golkar Setya Novanto Lakukan Pertemuan Tertutup dengan BJ Habibie
Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto (tengah) bersama Idrus Marham dan Aburizal Bakrie memberi keterangan usai bertemu Presiden ke-3 RI, BJ Habibie di Jakarta, Selasa (14/6/2016). Pertemuan berlangsung secara tertutup. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Manado - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR yang juga Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP. Reaksi beragam pun bermunculan dari berbagai pihak, termasuk dari internal Partai Golkar.

"Setnov yang juga merupakan Ketua Umum DPP Partai Golkar ini tergolong sakti, karena meski telah sangat sering disebut-sebut namanya terlibat dalam mega proyek APBN itu, masih terus dalam posisi aman. Namun kali ini resmi ditetapkan tersangka," ujar kader Partai Golkar Kota Manado, Didie Mapaliey, di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (18/7/2017).

Sementara Ketua DPD I Partai Golkar Sulut Stefanus Vreeke Runtu, yang dimintai tanggapan memilih tak memberi komentar. "No comment," ucap dia.

Enggan bicara status Setnov, namun Stefanus lebih memilihi bicara soal persiapan menghadapi pilkada. "Partai Golkar sangat siap," tandas mantan Bupati Minahasa ini.

Tersangka

KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Keputusan KPK ini diambil setelah mencermati fakta persidangan Irman dan Sugiharto terhadap kasus e-KTP tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan SN, anggota DPR sebagai tersangka dengan tujuan menyalahgunakan kewenangan sehingga diduga mengakibatkan Negara rugi Rp 2,3 triliun," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.

Novanto diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun.

Atas perbuatannya, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Setya Novanto tegas membantah dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dugaan korupsi KTP elektronik atau kasus e-KTP. Ia mengaku tidak pernah bertemu dengan Muhammad Nazaruddin, Anas Urbaningrum, dan pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong.

Dia pun menyatakan tidak pernah menerima apa pun dari aliran dana e-KTP. "Saya tidak pernah mengadakan pertemuan dengan Nazaruddin bahkan menyampaikan yang berkaitan dengan e-KTP. Bahkan, saya tidak pernah menerima uang sepeser pun dari e-KTP," ujar Setya Novanto usai menghadiri Rakornas Partai Golkar di Redtop Hotel, Jakarta, Kamis 9 Maret 2017.

 

Saksikan video di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya