Dua Terdakwa Korupsi E-KTP Hadapi Vonis Hari Ini

Selain tuntutan penjara, jaksa KPK juga menuntut keduanya untuk mengganti sejumlah uang atas apa yang telah mereka lakukan.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Jul 2017, 05:05 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2017, 05:05 WIB
Sidang e-KTP
Ilustrasi

Liputan6.com, Jakarta - Dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Sugiharto akan menghadapi vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, hari ini, Kamis (20/7/2017). Keduanya merupakan terdakwa kasus perkara korupsi e-KTP.

Irman yang merupakan mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri dan Sugiharto selaku Direktur Pengelola Informasi Administrasi Dukcapil Kemendagri, yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek e-KTP. Keduanya sudah mengakui perbuatannya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.

Lantaran pengakuan dan penyesalan mereka yang telah merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mereka dengan hukuman yang ringan.

Irman dituntut tujuh tahun penjara denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan, sedangkan Sugiharto lima tahun penjara denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain tuntutan penjara, jaksa KPK juga menuntut keduanya untuk mengganti sejumlah uang atas apa yang telah mereka lakukan. Jaksa KPK meminta Irman mengganti uang USD 273.700, Rp 2 miliar dan SGD 6 ribu. Sedangka Sugiharto diminta pengganti Rp 500 juta.

Keduanya menerima tuntutan tersebut, hanya saja Irman sempat berharap agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor tak membebaninya dengan uang pengganti sebesar tersebut. Menurut Irman, uang pengganti itu sangat besar jumlahnya dibanding uang yang dia terima dari bancakan e-KTP.

"Uang yang saya terima dari kasus e-KTP adalah USD 300 ribu dari Andi Narogong (tersangka ketiga e-KTP). Itu pun sudah saya kembalikan kepada KPK," kata Irman dalam pleidoi perkara korupsi e-KTP, Rabu 12 Juli 2017.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor bisa memvonis keduanya dengan adil, sesuai dengan apa yang telah mereka perbuat. Setidaknya agar membuat kasus ini semakin terang.

"KPK tentu berharap melalui putusan besok, kasus KTP elektronik ini bisa semakin terungkap," kata Febri di Gedung KPK, Kuningan, Rabu 19 Juli 2017.

Dalam dakwaan dan tuntutan perkara ini, Irman dan Sugiharto dinilai secara sah dan meyakinkan oleh jaksa, telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan koorporasi dalam proyek Rp 5,9 triliun itu.

Jaksa KPK juga sempat menyebut nama-nama besar yang diduga ikut bermain dalam bancakan proyek tersebut. Satu persatu nama tersebut kini mulai dijadikan tersangka oleh KPK.

Andi Agustinus alias Andi Narogong yang diduga sebagai salah satu aktor utama ini, sudah dijadikan tersangka. Selain Andi, Ketua DPR Setya Novanto pun ikut terseret menjadi tersangka keempat.

Keduanya sama-sama memiliki peran penting dalam bancakan ini, sehingga dalam dakwaan dan tuntutan terhadap Irman dan Sugiharto, Andi dan Novanto disebut menerima 11 persen dari hasil korupsi tersebut.

Tersangka kelima yang dijerat KPK adalah politikus Partai Golkar Markus Nari. Selain dijerat pasal korupsi, Markus juga sudah dijerat dengan pasal menghalangi dan merintangi proses penyidikan dan persidangan e-KTP.

Markus diduga memengaruhi politikus Hanura Miryam S Haryani, untuk mencabut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada saat menjadi saksi dalam sidang e-KTP. Alhasil, Miryam pun dijerat dengan pasal pemberian keterangan palsu dalam sidang.

Terkait statusnya ini, Setya Novanto secara tegas membantah menerima uang Rp 574 miliar seperti yang disebutkan dalam dakwaan jaksa KPK. Dia pun mengutip pernyataan mantan anggota Partai Demokrat Nazaruddin yang menyebut, kalau dirinya tidak terlibat korupsi e-KTP.

"Tapi khusus pada tuduhan saya telah menerima Rp 574 miliar, kita sudah lihat dalam sidang Tipikor 3 April 2017, dalam fakta persidangan saudara Nazar keterlibatan saya dalam e-KTP disebutkan tidak ada, dan sudah bantah tidak terbukti menerima uang itu," kata dia.

Novanto berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang menyerang dirinya, terutama dalam kasus e-KTP. "Saya mohon betul-betul, jangan sampai terus dilakukan penzaliman terhadap diri saya," tegas Ketua Umum Partai Golkar itu.

Setya Novanto memastikan, kalau uang sebesar Rp 574 miliar seperti yang dituduhkan jaksa kepadanya tidak pernah ia terima.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya