Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih mengatakan kebijakan pembangunan yang selama ini mengejar pertumbuhan hendaknya dibarengi dengan pemerataan, jangan hanya terpusat di wilayah Bali Selatan dan mengabaikan kabupaten lainnya.
"Kebijakan pemerintah daerah lewat moratorium pembangunan hotel di Bali Selatan hendaknya dijadikan dasar bahwacarryng capacity di Denpasar atau Badung sudah cukup padat," jelasnya Sumarjaya saat pertemuan Tim Kunker Komisi VI dengan Direksi BUMN antara lain Garuda Indonesia, Angkasa Pura I dan Pelindo III di Hotel Inna Kuta, Bali, Selasa (8/8).
Politisi asal Dapil Bali ini mengatakan, kesalahan pembangunan semasa Orde Baru (Orba) yang hanya mengandalkan pertumbuhan namun mengabaikan pemerataan hendaknya segera dijadikan evaluasi para pengambil kebijakan. Jika terus mengejar pertumbuhan ekonomi tentunya akan melahirkan inflasi dan harga-harga barang turut melonjak.
Dia mempertanyakan, apakah hal itu mampu diikuti dengan pendapatan masyarakat. Kalau tidak mampu hal itu sebagai bentuk kemiskinan masyarakat. Dalam kondisi seperti itu, maka para pengusaha atau orang kaya konglomerat yang bertahan mengambil peranan. Sebaliknya, masyarakat setempat atau lokal tersingkir.
Advertisement
"Apa yang terjadi menjual rumah dan tanahnya karena itu yang paling gampang untuk bermigrasi ke daerah lain, maka itulah yang disebut marginalisasi masyarakat setempat," pungkas Linggih.
Itulah akibat tidak adanya pemerataan pembangunan di daerah yang sudah cukup padat dengan berbagai problem sosial kemasyarakatan seperti di Bali Selatan. Belum lagi masalah migrasi masyarakat dan perbedaan masyarakat yang kaya dan miskin semakin melebar.
Karena itu, sudah saatnya pemerintah memikirkan pemerataan pembangunan di beberapa wilayah Bali lainnya, seperti Karangasem di Bali Timur dan Bali Utara seperti Buleleng dan Bangli.
"Harus ditentukan skala prioritasnya mana yang segera dibangun, apakah daerah-daerah Timur, Utara atau Barat, yang penting untuk pemerataan pembangunan," tutup Sumarjaya Linggih.
(*)