ICW Menilai Vonis Hakim Pengadilan Tipikor Selama 2017 Rendah

ICW menyebut, vonis hakim di Pengadilan Tipikor selama 2017 kerap kali lebih rendah dibanding tuntutan jaksa.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 13 Agu 2017, 14:51 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2017, 14:51 WIB
Peneliti ICW Aradila Caesar
Peneliti ICW Aradila Caesar di Kantor ICW, Kalibata

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam semester I 2017 ini cukup rendah. Peneliti ICW Aradila Caesar menyebut, ada dua hal yang menyebabkan vonis ringan hakim di Pengadilan Tipikor ini.

"Vonis ringan hakim bisa dilihat dari dua hal, yaitu segi tuntutan dan hakimnya sendiri. Kalau dari tuntutan kita lihat memang jaksa sering kali menuntutnya ringan," ujar Aradila di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (13/8/2017).

Dia menyebut, hal ini bisa dilihat ketika jaksa menuntut hukuman empat tahun, seringkali hakim memutus hukuman menjadi kurang dari empat tahun.

"Jadi tuntutan jaksa dalam pengadilan tipikor putusannya akan lebih ringan dari putusan jaksa. Itu praktik yang sering terjadi. Kemudian dari pengadilan tipikor sendiri, hakim juga sering memutus dalam ambang kategori sangat ringan," katanya.

Dia menambahkan, hakim di Pengadilan Tipikor kerap kali tidak memiliki pedoman pemidanaan. Artinya, hakim-hakim ini lebih menggunakan perasaan ketika memberi putusan pada sebuah kasus.

"Ketika ditanya 2 tahun, tak ada alasan tepat menjelaskan hukuman 2 tahun," kata dia.

Padahal, lanjut Aradila, ketika hakim tipikor memiliki pedoman pemidanaan, maka akan lebih mudah untuk menjatuhkan putusan.

"Hakim akan lebih mudah memutuskan kira-kira kriterianya apa saja, kemudian apa saja yang memberatkan. Ketika dimasukkan ke dalam pedoman pemidanaan, hakim bisa menentukan rentan hukuman yang bisa dijatuhkan ke terdakwa," jelas Aradila.

Penelitian ICW

ICW mengeluarkan hasil penelitian yang dilakukan sejak 1 Januari hingga 30 Juni 2017 terkait vonis hukum tipikor mulai dari tingkat pengadilan tipikor, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung (MA).

Metodologi yang digunakan ICW adalah dengan mengumpulkan data perkara korupsi yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Pertama di Pengadilan Tipikor, banding di Pengadilan Tinggi, kasasi, maupun peninjauan kembali di Mahkamah Agung dari laman resmi (website).

Berdasarkan penelitian ICW, ada 216 kasus perkara korupsi yang selesai di pengadilan tipikor tingkat I, 83 perkara di pengadilan tipikor banding, dan 16 di MA.

Dari 315 perkara korupsi tersebut, ICW memantau kerugian negara yang timbul berkisar Rp 1,06 triliun. ICW pun membagi 3 kelompok vonis menjadi kategori ringan dengan hukuman kurang dari satu tahun hingga empat tahun penjara, kategori sedang dengan hukuman 4 hingga 10 tahun penjara, dan kategori berat dengan hukuman di atas 10 tahun penjara.

Dan dari survei yang dilakukan, rata-rata vonis hanya dibawah atau sama dengan 5 tahun. Di pengadilan tipikor tingkat I rata-rata vonis 2 tahun 1 bulan, begitu pula di pengadilan tipikor banding. Serta MA rata-rata vonis 5 tahun. Jadi, rata-rata vonis keseluruhan adalah 2 tahun 3 bulan.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya