MK Tolak Gugatan Gloria Hamel Terhadap UU Kewarganegaraan

Mahkamah Konstitusi memutuskan uji materi Pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Kewarganegaraan. Beberapa alasan dipaparkan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 31 Agu 2017, 12:49 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2017, 12:49 WIB
Gloria Natapradja Hamel bersama Ibunya Ira Hartini Natapradja Hamel di Mahkamah Konstitusi. (Putu Merta Surya Putra/Liputan6.com)
Gloria Natapradja Hamel bersama Ibunya Ira Hartini Natapradja Hamel di Mahkamah Konstitusi. (Putu Merta Surya Putra/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat di dalam persidangan, Jakarta, Kamis (31/8/2017).

Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 80/PUU-XlV/2016 ini diajukan oleh Ira Hartini Natapradja Hamel, ibunda anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional Gloria Natapradja Hamel.

Tahun lalu Gloria hampir batal menjadi anggota Paskibrakan saat peringatan HUT kemerdekaan RI di Istana Merdeka. Sebab, menjelang hari H, ia diketahui memiliki paspor Perancis. Sesuai UU Nomor 12 Tahun 2006 disebutkan, seseorang kehilangan warga negara apabila dia punya paspor negara lain.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim memandang, apa yang terjadi pada Gloria selaku anak pemohon, bukan karena frasa mendaftarkan diri pada Menteri Hukum dan HAM melalui pejabat atau perwakilan RI paling lambat 4 tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan, yang tertuang dalam Pasal 41. Melainkan karena kelalaian atau ketidaktahuan.

Pasal 41 menyebutkan, "Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I, dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini, dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan".

"Ini bukan karena inkonstitusional, tapi karena kesalahan yang bersangkutan, termasuk terjadi karena kelalaian atau ketidaktahuan. Kalau kelalaian dan tidak tahu, enggak bisa digunakan sebagai dasar pengajuan tuntutan," jelas Hakim Anggota Anwar Usman.

Selain itu, adanya pasal itu juga memastikan agar anak terhindar dari tidak punya kewarganegaraan atau kewarganeraan ganda. Pasal yang sama juga memberikan pengakuan dan jaminan pada anak.

"Setelah undang-undang ini diundangankan, justru untuk memberi pengakuan, jaminan, dan perlindungan pada anak," tandas Anwar.

 

Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:

Harapan Pupus

Putusan MK itu praktis memupuskan harapan Gloria. Sebelumnya, ia berharap putusan tersebut adalah yang terbaik. "Harapannya yang terbaik untuk semua," ucap Gloria kepada Liputan6.com, Kamis (31/8/2017).

Sebab, kata dia, putusan itu tidak hanya berdampak pada dirinya, tetapi juga orang lain.

Diketahui, nama Gloria mencuat setelah sempat digugurkan dari keanggotaan Paskibraka dua hari sebelum upacara HUT RI di Istana Merdeka pada 17 Agustus 2016 lalu. Dia dipermasalahkan lantaran memiliki paspor Perancis, negara asal ayahnya.

Walau begitu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi membolehkan Gloria ikut ambil bagian dalam upacara penurunan bendera pada sore harinya.

"Karena ini tak hanya menentukan nasib saya, tapi juga banyak anak setengahan lainnya," pungkas Gloria.

Dalam UU yang digugat Ira Hartini, mengharuskan anak hasil kawin campur didaftarkan ke Imigrasi di Kementerian Hukum dan HAM untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia dengan tenggat waktu empat tahun setelah usia 18 tahun.

Namun, banyak dari mereka yang belum mendaftarkan diri, sehingga rentan kehilangan kewarganegaraan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya