Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari menjadi tersangka terkait kasus gratifikasi. Sebelumnya, KPK lebih dulu meminta pihak imigrasi untuk mencegah Rita.
"KPK telah mengajukan surat permohonan larangan bepergian ke luar negeri atas nama Rita Widyasari," ujar Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Agung Sampurno, Rabu 27 September 2017.
Surat itu, kata Agung, diajukan KPK pada 20 September 2017, dan masa pencegahan Rita berlaku selama enam bulan ke depan. Keputusan KPK menetapkannya sebagai tersangka membuat Ketua DPD Golkar Kalimatan Timur itu resah.
Advertisement
Dengan cepat ia memberikan klarifikasi di akun Facebook-nya. "Kalau ada berita OTT (operasi tangkap tangan) tentang saya, itu salah, kalau penggeledahan kantor benar, doakan saya tetap semangat," tulis Rita dalam akun Facebook-nya yang dikutip Liputan6.com, Rabu 27 September 2017. Dia merupakan putri mantan Bupati Syaukani Hasan Rais yang juga pernah ditangkap KPK.
Rita bukan satu-satunya kepala daerah yang masuk dalam jeratan KPK atas dugaan tindak pidana korupsi, beberapa waktu terakhir. Sejak Januari hingga 27 September 2017, enam kepala daerah telah lebih dulu mendekam di tahanan KPK atas dugaan kasus yang sama.
Dibanding tahun-tahun sebelumnya, tahun ini KPK memang terbilang gencar menangkap kepala daerah yang terindikasi korupsi. Pada September 2017 ini saja, KPK telah menangkap tiga kepala daerah dan menetapkan satu lainnya sebagai tersangka kasus korupsi.
Siapa saja mereka?
Pada Rabu 13 September 2017, Tim Satgas KPK melakukan OTT terhadap Bupati Batubara, Sumatera Utara, OK Arya Zulkarnaen. OK kemudian ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan suap, terkait pekerjaan pembangunan infrastruktur di daerahnya.
Tiga hari setelah itu, KPK kembali melakukan OTT terhadap Wali Kota Batu, Eddy Rumpoko. Eddy kemudian menjadi tersangka tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji, terkait proyek pengadaan mebel di Pemerintah Kota Batu tahun anggaran 2017.
Belum genap satu minggu setelahnya, 22 September, KPK menetapkan Wali Kota Cilegon, Tubagus Iman Ariyadi sebagai tersangka. Iman datang menyerahkan diri setelah KPK melakukan OTT atas sejumlah bawahannya.
Teranyar, Selasa 26 September lalu, KPK menetapkan Rita Widyasari sebagai tersangka.
Saksikan Video Pilihan di bawah Ini:
Alarm untuk Kepala Daerah
Penangkapan dan penetapan tersangka terhadap kepala daerah tampaknya masih akan terus dilakukan KPK.
Dalam seminar di Universitas Andalas, Padang, Selasa 26 September 2017, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penangkapan dan penindakan terhadap kepala daerah gencar dilakukan sebagai upaya KPK menjalankan Pasal 11 UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK.
Bunyi pasal tersebut:
"Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang:
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00.
Berangkat dari aturan inilah, kata Febri, KPK bersama institusi penegak hukum lain memiliki pekerjaan rumah untuk melakukan penataan kembali di daerah terkait proses penganggaran, hubungan eksekutif dan legislatif di daerah, dan pengadaan yang harus dilakukan secara terbuka.
Karena itu, KPK mengingatkan kepala daerah untuk transparan dalam penganggaran dan pengadaan agar tidak tersangkut kasus korupsi.
"Kami berharap operasi tangkap tangan yang dilakukan terhadap beberapa kepala daerah menjadi alarm bagi semua pihak untuk tidak lagi menerima hadiah atau janji atas jabatannya," kata Febri.
Dia mengungkapkan, jika alarm peringatan itu tidak diindahkan pejabat di daerah, KPK akan bertindak tegas.
Pada kesempatan berbeda, pemimpin KPK, Saut Situmorang, mengatakan, ada enam daerah yang menjadi perhatian dan prioritas KPK. Salah satunya Banten.
"Provinsi Banten itu salah satu dari enam perhatian dan prioritas KPK dalam pencegahan. Tim kita beri perhatian khusus untuk tata kelola dan lainnya," ujar Saut kepada Liputan6.com, Sabtu 23 September 2017.
Sementara, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, kesuksesan OTT berkat laporan dari masyarakat.
"Perlu diketahui, biasanya yang laporan adalah orang yang ada di sekitar yang akan di-OTT itu," ujar Agus dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa 26 September 2017.
Agus menegaskan, dalam OTT KPK tidak menargetkan suatu daerah atau partai politik.
"Pengalaman kami di KPK, tidak ada target provinsi atau kabupaten tertentu. Bahkan kami tidak pernah berpikir partai tertentu," tegas dia.
Agus juga menolak anggapan yang menyebut KPK tebang pilih dalam OTT.
"Mohon maaf, saya di luar dulu juga pernah punya persepsi seperti itu. (Setelah di dalam) Saya tidak menemukan adanya kebijakan apa pun terkait tebang pilih itu," ujar dia.
Advertisement
Siap Perlihatkan Cara Penyadapan
KPK juga menepis anggapan yang menyebut mereka menyalahi aturan dalam hal penyadapan. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menegaskan, penyadapan yang dilakukan KPK sudah sesuai prosedur dan koridor hukum. Tak pernah, kata Laode, penyadapan dilakukan untuk kepentingan pribadi.
"Kami siap kalau ingin diperlihatkan bagaimana tata caranya. Tak satu pun kami melakukan kewenangan itu secara serampangan," kata Laode saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Selasa 26 September 2017.
Aksi KPK yang gencar melakukan OTT memang mendapat kritikan dari Komisi III DPR.
Dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi III DPR dan KPK, Selasa 26 September lalu, anggota Komisi III menyebut OTT yang dilakukan KPK selama ini merupakan upaya dari penjebakan, dan memperlihatkan KPK gagal mencegah korupsi di Indonesia.
"Mungkin kami bodoh tapi kami tidak idiot. Masa OTT itu pencegahan? Ini bukan OTT, ini penjebakan," kata politikus PDI Perjuangan, Arteria Dahlan.
Namun, menurut pakar hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, OTT yang dilakukan KPK sebagai bentuk pembelajaran bagi para kepala daerah.
Menurut Agustinus, jika kepala daerah melakukan korupsi, maka akan mempengaruhi perilaku jajarannya untuk coba-coba melakukan korupsi.
"OTT ini dengan sendirinya dapat menghentikan jajarannya untuk melakukan korupsi juga, sehingga pemerintah daerah bebas korupsi," ucap Agustinus.