Pansus KPK Makin Kuat jika Setnov Menang Praperadilan?

Pembentukan Pansus Angket KPK tak bisa dilepaskan dari kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 28 Sep 2017, 18:44 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2017, 18:44 WIB
Pansus Angket KPK Beri Laporan di Sidang Paripurna DPR
Pimpinan Sidang Rapat Paripurna Fahri Hamza, Fadli Zon, Agus Hermanto saat memimpin Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun 2017-2018 di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9). (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (28/9/2017). Mereka khawatir, Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR semakin kuat jika Ketua DPR Setya Novanto memenangi praperadilan.

"Oleh karena itu, perhatian harus diberikan pada sidang praperadilan Setya Novanto yang akan diputuskan pada Jumat, 29 September 2017 nanti," ujar Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Miko Ginting di Gedung KPK.

Menurut Miko, pembentukan Pansus Angket KPK tak bisa dilepaskan dari kasus korupsi e-KTP yang menjerat Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar tersebut sebagai tersangka.

"Dinamika pengungkapan pemeriksaan kasus e-KTP sama sekali tidak bisa dipisahkan dari pembentukan Pansus Angket KPK," ucap Miko.

Miko mengatakan, pembentukan Pansus Angket KPK merupakan salah satu upaya untuk melemahkan kinerja pemberantasan korupsi. Apalagi, kini kinerja Pansus Hak Angket diperpanjang.

Dengan perpanjangan tersebut, menurut Miko sudah bertentangan dengan Pasal 206 ayat (1) dan ayat (2) UU tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD (UU MD3). Dalam UU itu, tegas dinyatakan bahwa Pansus sudah harus melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Rapat Paripurna dan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.

"Undang-undang memberi batasan waktu dan tidak memberikan ruang perpanjangan waktu kepada Pansus Hak Angket," terang Miko.

 

Sejumlah Pelanggaran Pansus

Miko menyatakan, berdasarkan UU MD3, penyelidikan Pansus Angket DPR terhadap KPK hanya memiliki waktu 1x60 hari. Keputusan untuk memperpanjang kinerja Pansus Angket merupakan salah satu dari sekian pelanggaran yang dilakukan Pansus.

Bahkan, dari awal pembentukan Pansus Angket juga sudah bertentangan dengan Pasal 79 ayat (3) UU MD3. Pasal tersebut menyatakan, pansus hak angket melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah.

"Sementara KPK adalah lembaga negara yang bersifat independen dan bebas dari kekuasaan mana pun," kata dia.

Selain itu, pembentukan Pansus Hak Angket terhadap KPK juga tidak terdiri dari semua unsur fraksi. Padahal Pasal 201 ayat (2) UU MD3 menyatakan keanggotaan Pansus Hak Angket terdiri dari semua unsur fraksi.

Miko juga menyarankan agar penyelidikan pansus Hak Angket berhenti untuk sementara waktu. Sebab, keabsahan pembentukan Pansus Angket tengah diuji di Mahkamah Konstitusi.

"Semua ini merupakan bukti dari pelemahan KPK yang nyata. Semua proses yang dilakukan pansus Hak Angket KPK terlihat jelas ingin 'menelanjangi' KPK. Kunjungan ke LP Sukamiskin, mengundang terpidana korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap, hingga mengundang pihak-pihak yang berseberangan dengan KPK," kata dia.

Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo menyambut baik kedatangan dan dukungan dari Koalisi Maysarakat Sipil Anti Korupsi untuk lembaganya. Menurutnya, semua dukungan masyarakat termasuk koalisi ini dapat menguatkan pemberantasan korupsi di tanah air.

"Terima kasih untuk dukungan dan masukan-masukan kalau dukungan menyebar dari komponen bangsa ini bagus untuk memberantas korupsi," terang Agus.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya