PSHK: Setya Novanto Masih Bisa Jadi Tersangka Lagi

Menurut Miko, putusan praperadilan menyangkut aspek formil sah atau tidaknya penetapan tersangka.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 01 Okt 2017, 07:20 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2017, 07:20 WIB
Ketua DPR RI Setya Novanto
Ketua DPR RI Setya Novanto

Liputan6.com, Jakarta - Peluang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjerat Setya Novanto masih terbuka. Pasalnya praperadilan bukanlah untuk memeriksa pokok perkara.

"Praperadilan SN hanya menguji apakah penetapan tersangka terhadap dirinya sah atau tidak. Hakim dalam konteks ini menurut Perma No. 4 Tahun 2016 hanya menguji "aspek formil" dari minimal 2 (dua) alat bukti yang sah yang dimiliki," kata peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Ginting, dalam keterangannya, Sabtu 30 September 2017.

Dia menuturkan penentuan bersalah atau tidak akan dilakukan pada pemeriksaan pokok perkara. Putusan Praperadilan tak menggugurkan terjadinya dugaan tindak pidana.

Menurut dia, putusan praperadilan menyangkut aspek formil sah atau tidaknya penetapan tersangka, bukan aspek substansi apakah bersalah atau tidak bersalah. Dugaan tindak pidana tidak secara otomatis gugur.

"Oleh karena itu, peluang bagi KPK untuk menetapkan kembali SN sebagai tersangka masih sangat terbuka. Hal mana telah dinyatakan dalam Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 dan Peraturan MA No. 4 Tahun 2016. Sepanjang KPK masih memiliki paling sedikit dua alat bukti yang sah, KPK masih tetap dapat menetapkan SN sebagai tersangka," ungkap Miko.

Dia pun menyarankan, bila KPK menetapkan Setno kembali sebagai tersangka, seharusnya ada yang harus dirampungkan. Yaitu hasil penyelidikan dan penyidikan."KPK segera merampungkan pemeriksaan dan melimpahkan perkara tersebut untuk segera disidangkan," pungkas Miko.

Hakim tunggal Cepi Iskandar di PN Jakarta Selatan menyatakan status tersangka Novanto tidak sah. Cepi mengabulkan sebagian permohonan praperadilan Setya Novanto.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap hakim Cepi membacakan amar putusan. Ia menilai penetapan tersangka harus dilakukan pada tahap akhir penyidikan suatu perkara.

"Menimbang bahwa dari hal-hal tersebut, hakim berpendapat bahwa proses penetapan tersangka di akhir penyidikan, maka hak-hak tersangka bisa dilindungi," ucap Cepi, Jumat 29 September 2017.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya