Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih bergulir panjang di DPR RI. Isu pokok yang menjadi perdebatan adalah pilihan penerapan single mux operator atau multip mux operator.
Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio berharap, keputusannya nanti harus berkeadilan.
"Jadi apa pun keputusan DPR ini memang yang perlu diperhatikan apakah itu single atau multi mux, harus dikawal dengan baik," tutur Agung dalam acara diskusi 'RUU Penyiaran, Demokrasi & Masa Depan Media di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/10/2017).
Advertisement
Sistem single mux menerapkan pola pengelolaan penyiaran pada satu lembaga penyiaran publik. Hal itu meliputi aspek regulasi maupun operasional.
Dalam single mux, pemerintah, melalui Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI), berperan sebagai pengelola. Sementara multi mux melibatkan lembaga penyiaran swasta atau industri televisi dalam pengelolaan.
Menurut Agung, keputusan nanti harus seimbang. Bila keputusannya menggunakan single mux, lanjut dia, harus ada aturan jelas bagaimana pemerintah mengelola regulasi penyiaran.
Sebab, kekhawatiran utama penggunaan sitem single mux pada potensi monopoli penyiaran. Dampaknya membuat pertumbuhan industri televisi melambat.
"Kalau KPI ini cenderung pada jika single mux, sewa swatsa kepada operator single mux tidak lebih mahal. Dikurangi," jelas dia.
Jika multipe mux yang diterapkan, jangan ada ketimpangan antara pengelola mux dengan pihak lain yang memang tidak berafiliasi. Agung mencontohkan, dengan rasio pembagian 30 persen untuk pemilik mux dan 70 persen disewakan kepada pihak lain.
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kekuatan pemilik modal.
"Kalau multi mux harus diperkuat jangan sampai televisi lokal tidak bisa menggunakan. Jangan cenderung pemilik mux hanya mau menggendong televisi-televisi (miliknya) saja," ujar Agung.
Artinya, lanjut dia, untuk single mux pemerintah tidak dominan dan multi mux pemilik modal tidak mengambil keuntungan berlebih.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini
Pembahasan Paling Lama
Menurut Agung, pembahasan RUU Penyiaran paling lama dibahas. Pihak yang terlibat tak kunjung mencapai sepakat.Â
Alhasil, penyiaran di Indonesia merujuk regulasi yang lama. Persoalannya, menurut Agung, aturan itu kini sudah usang. Beberapa aspek perkembangan teknologi tidak bisa tercakup di dalamnya.Â
"Mandeknya itu karena satu hal, siapa pengelola mux," Agung menandaskan.
Advertisement