Liputan6.com, Jakarta - Setya Novanto mengajukan kembali praperadilan terkait penetapannya sebagai tersangka kasus e-KTP untuk kedua kalinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mantan Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto, menilai praperadilan merepotkan penegakan hukum.
"Ini permainan hukum. Sehingga enggak tahu lah. Mereka mencari bentuk-bentuk baru hukum. Akhirnya kan yang repot penegak hukum," tutur Bibit di Kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (19/11/2017).
Kini, lanjut dia, setiap penegak hukum menetapkan seseorang sebagai tersangka, akan dilawan dengan praperadilan.
Advertisement
"Bayangkan polsek segala macam penuh dengan praperadilan. Kasihan penegak hukum. Yang semula KUHAP-nya diubah dengan yurisprudensi," Bibit menjelaskan.
Namun, dia menilai wajar ada perlawanan hukum dari seseorang yang terjerat kasus seperti Setya Novanto. Sebab, hukum di Indonesia sedang mencari bentuknya.
"Enggak apa-apa. Ini permainan hukum lah. Memang hukum kita sedang mencari bentuk. Bentuk hukum yang kaya apa yang bagus. Yang demokratis, dan sebagainya," Bibit menandaskan.
Sidang 30 November
Kabag Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Made Sutrisna menyatakan, sidang praperadilan jilid dua Setya Novanto segera digelar.
"(Sidang perdana) 30 November," ujar Made Sutrisna.
Menurut dia, sidang dengan nomor perkara 133/Pid.Pra/2017/PN JKT.SEL ini akan dipimpin oleh hakim tunggal bernama Kusno.
Diketahui, kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jaksel pada Rabu, 15 November 2017.
Pihak Setnov tak terima Ketua Umum Partai Golkar tersebut kembali dijadikan tersangka kasus korupsi proyek e-KTP. Ini merupakan kali kedua Setya Novanto mengajukan praperadilan.
Pada sidang praperadilan pertama, Setnov dimenangkan oleh hakim Cepi Iskandar, sehingga penetapan tersangka Setnov oleh KPK dinilai tidak sah.
Advertisement