PPATK Luncurkan Indeks Persepsi Publik soal Cuci Uang Terorisme

IPP APUPPT adalah visualisasi dari yang dikerjakan PPATK dalam memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 19 Des 2017, 12:07 WIB
Diterbitkan 19 Des 2017, 12:07 WIB
Peluncuran IPP APUPPT 2017
Peluncuran IPP APUPPT 2017 (Liputan6.com/ Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meluncurkan Indeks Persepsi Publik Indonesia Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (IPP APUPPT) tahun 2017.

"Saya menyambut baik, ini merupakan bagian penting dari suksesnya penerapan rezim antipencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia," kata Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dalam acara di Kantor PPATK, Jakarta Pusat, Selasa (19/12/2017).

Kiagus menjelaskan, IPP APUPPT adalah visualisasi dari yang dikerjakan PPATK dalam memberantas pencucian uang dan pendanaan terorisme.

"Lewat indeks ini kami bermaksud self-evaluation secara berkala terhadap pencapaian yang telah dihasilkan dalam penerapan anti TPPU yang lebih baik," terang dia.

Lewat penggambaran indeks ini, Kiagus berharap masyarakat Indonesia dapat mengerti iklim pengawasan dan penegakan hukum yang terus mengalami dinamika.

"Hasil penilaian persepsi ini sekaligus menjadi petunjuk mengenai penanganan, pengawasan TPPU di Indonesia," Kiagus menandaskan.

Gandeng BI dan OJK Deteksi Dana Terorisme

Ketua PPATK
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kiagus Ahmad Badaruddin. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

PPATK menggandeng industri keuangan untuk mendeteksi arus pendanaan terorisme. Kerja sama tersebut dilakukan seperti dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Karena yang mengeluarkan kebijakan terkait transaksi itu kan dari Bank Indonesia dan OJK, sehingga kita menunggu laporan transaksi dari kedua institusi tersebut," ujar Ketua PPATK Ki Agus Ahmad Badaruddin di kantornya, Jakarta, Senin 9 Januari 2017.

Kiagus mencontohkan terkait terungkapnya tokoh terorisme Bahrun Naim yang menggunakan akun pembayaran virtual money yakni Paypal atau dengan Bit coin. Transaksi itu didapatkan dengan menyelidiki laporan transaksi dari industri keuangan.

"Seperti kasus Badrun Naim, kita melihat pendanaan terorisme melalui transaksi virtual money, kita lihat transaksinya menggunakan data transaksi dari industri keuangan khususnya perbankan," ujar dia.

Sementara Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae menambahkan, selain dengan industri keuangan, PPATK juga bekerja sama dengan berbagai instansi seperti BNN, BNPT, serta penegak hukum lainnya. Bentuknya melalui tiga desk utama yakni desk fiscal, desk narkotika dan terorisme, desk fintech dan cybercrime.

"Untuk lebih meningkatkan kapabilitas kita nantinya, kita pun akan meningkatkan kerja sama dengan beberapa pihak seperti BNN, BNPT dan penegak hukum lainnya, agar dimensi penyelidikan kita lebih luas," kata Dian Ediana Rae.

Kerja Sama dengan Bea Cukai

(Foto: Ditjen Bea Cukai)
MOU kerja sama Ditjen Bea Cukai dan PPATK

Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyempurnakan melakukan penandatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) kerja sama dua instasi tersebut pada Senin 21 Agustus 2017.

Nota kesepahaman ini antara lain mencakup pertukaran informasi, penanganan tindak pidana di bidang kepabeanan serta tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, perumusan produk hukum, penelitian atau riset, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, penugasan pegawai serta pengembangan sistem teknologi informasi.

Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi mengungkapkan ruang lingkup yang dicakup dalam MoU tersebut sudah cukup menyeluruh. Meskipun demikian, untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, Bea Cukai menambahkan beberapa poin penting.

Dalam ruang lingkup pertukaran informasi, Bea Cukai ingin ruang lingkupnya tidak hanya terkait penyidikan tindak pidana, melainkan juga untuk kepentingan optimalisasi penerimaan negara.

Sementara, dalam ruang lingkup penanganan perkara, tidak hanya perkara kepabeanan namun juga cukai, psikotropika, narkotika, perindustrian, dan perdagangan. Hal lainnya adalah dengan menambah ruang lingkup terkait pengawasan atas pembawaan uang tunai lintas batas.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya