HEADLINE: Jalan AH Nasution, Jasa Pahlawan Vs Budaya Betawi

Pemprov DKI Jakarta berencana mengubah nama Jalan Mampang Raya dan Buncit Raya di Jakarta Selatan menjadi Jalan AH Nasution.

oleh Muhammad AliSunariyahDelvira HutabaratAnendya Niervana diperbarui 01 Feb 2018, 00:07 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2018, 00:07 WIB
20161006- Pemprov DKI Jakarta Berencana Ganti Angkutan Reguler- Helmi Fithriansyah
Bus Transjakarta melintas di Jalan Mampang Prapatan Raya, Jakarta (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pemprov DKI Jakarta berencana mengubah nama Jalan Mampang Raya dan Buncit Raya di Jakarta Selatan menjadi Jalan AH Nasution, nama Pahlawan Nasional.

Kawasan yang berubah namanya menjadi Jalan AH Nasution mulai dari perbatasan Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jalan Mampang Raya, Jalan Buncit Raya (Jalan Warung Jati Padang) sampai perbatasan Jalan Letjen TB Simatupang (perempatan lampu merah).

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, ia akan melibatkan banyak pihak dalam proses perubahan nama jalan itu. Di antaranya budayawan Betawi, masyarakat, dan sejarawan.

"Kita akan libatkan semuanya, budayawan semua," ujar Anies di Balai Kota Jakarta, Rabu, 31 Januari 2018.

Selain itu, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu juga akan merevisi Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pedoman Penempatan Nama Jalan, Taman dan Bangunan Umum.

"Saya akan revisi Kepgub, karena Kepgub itu tidak melibatkan masyarakat, sejarawan, budayawan, unsur ahli tata kota, karena itu kita akan kaji," lanjut Anies.

Kapan perubahan itu dilakukan? Anies belum bisa memastikannya. "Keputusannya di mana, kapan, belum ditetapkan. Memo yang kemarin keluar harus dipahami sebagai bagian proses. Saya akan panggil semua, bahwa tata pergantian nama tidak sederhana," Anies menjelaskan.

Namun, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 31 Januari 2018, cucu Jenderal AH Nasution, Marina Nasution, mengaku sudah mendapatkan surat resmi persetujuan dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Begitu juga papan pemberitahuan untuk pergantian nama jalan.

"Surat resmi dari gubernur dan pelang-pelang untuk mengganti nama jalan sudah ada," ungkap Marina.

Pengakuan Marina ini sekaligus memperlihatkan bahwa rencana tersebut sudah mulai berjalan dan bukan lagi sekadar wacana.

Dalam surat Instruksi Wali Kota Jakarta Selatan No 3 Tahun 2018 perihal Sosialisasi Pergantian Nama Jalan Mampang Raya, disebutkan sosialisasi perubahan nama itu berlangsung selama 30 hari, terhitung mulai 18 Januari 2018.

Rencana Pemprov DKI itu ditolak sejumlah masyarakat Betawi. Sejarawan JJ Rizal kepada Liputan6.com mengatakan, langkah Anies tersebut tidak tepat. Meskipun, ia melanjutkan, nama yang akan digunakan adalah nama besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

JJ mengatakan dia bukannya menegasikan jasa AH Nasution, alasan penolakan adalah, nama Pahlawan Nasional itu akan disematkan pada jalan yang sudah punya nama. Rizal juga menyebut, nama Jalan Buncit Raya dan Jalan Mampang Raya mengandung sejarah dan ciri khas masyarakat Betawi.

"Sikap Gubernur Anies yang mendukung perubahan nama itu sangat disesalkan, karena mengabaikan memori kolektif warga asli Jakarta. Anies menambah panjang pengabaian dan peminggiran orang Betawi, yang sudah berjalan selama lebih seperempat abad belakangan ini," ujar Rizal, Rabu, 31 Januari 2018.

Rizal juga mengkritik ucapan Anies yang menyebut bahwa perubahan jalan itu masih sebatas rencana.

"Sebab, telah beredar surat resmi Instruksi Wali Kota Jakarta Selatan No 3 Tahun 2018 pada 8 Januari tentang sosialisasi dan penginformasian ganti nama menjadi Jalan Jenderal besar AH Nasution. Bahkan, sudah dipasang spanduk pula. Jadi, jika Pak Anies bilang pengubahan itu tidak akan dilakukan dalam waktu dekat, maka ini menunjukkan ada kelemahan koordinasi dalam birokrasinya," kata Rizal.

Senada dengan Rizal, peneliti dan pemerhati kebudayaan Betawi, Fadjriah Nurdiarsih, pun menolak rencana tersebut. Dia mengatakan, nama-nama tempat di Jakarta menunjukkan kekhasan tempat-tempat itu. Juga menjadi pengingat nilai sejarah, baik folklor maupun arkeologis, dari tempat tersebut.

Secara toponimi, kata Fadjriah, yaitu ilmu tentang asal-usul nama sebuah tempat, nama-nama tempat di Jakarta, termasuk Warung Buncit dan Mampang, merupakan kearifan lokal yang tak bisa dilepas dari kehidupan sehari-hari orang Betawi. 

"Jika nama jalan itu dihilangkan, masyarakat tidak bisa mengingat lagi asal-usulnya, terutama bagi orang Betawi," ujar dia, Rabu, 31 Januari 2018.

Perkumpulan Masyarakat Betawi, yakni Komunitas Betawi Kita, menolak rencana itu dengan membuat petisi yang sudah beredar secara luas di media sosial.  

Asal Usul Jalan Warung Buncit

Surat Instruksi Sosialisasi Perubahan Nama Jalan
Surat Instruksi Sosialisasi Perubahan Nama Jalan. (Liputan6.com)

Rencana perubahan nama Mampang Raya dan Buncit Raya menjadi Jalan AH Nasution pertama kali diusulkan oleh Ikatan Keluarga Nasution.

Wali Kota Jakarta Selatan, Tri Kurniadi, mengatakan Ikatan Keluarga Nasution meminta Jalan AH Nasution berada di terusan Rasuna Said hingga tembus TB Simatupang. Dengan begitu, Jalan AH Nasution akan bertemu Jalan Kapten Tendean.

Kapten Pierre Tendean adalah ajudan dari Jenderal AH Nasution. Dalam peristiwa Gerakan 30 September, Kapten Tendean gugur demi menyelamatkan atasannya itu. 

"Supaya berdampingan dengan Tendean, itu kan ajudannya (AH Nasution)," kata Tri saat dihubungi, Rabu, 31 Januari 2018.

Menurut Tri, mereka memilih kawasan itu tidak hanya agar dekat dengan Jalan Kapten Tendean, tapi juga karena jalan tersebut sangat panjang dan berbeda-beda namanya. Ada nama Warung Jati dan Mampang.

"Ikatan keluarga Nasution mengusulkan karena Beliau Pahlawan Nasional, dan menggunakan Jalan Buncit Raya diganti jadi AH Nasution sampai TB Simatupang. Itu kan cukup panjang jalannya," ucap Tri.

Usulan itu langsung disambut Gubernur Anies yang mengatakan akan menindaklanjutinya.

"Nanti kita tindak lanjuti, kita akan lihat itu. Karena ada salah satu yang unik, ada seorang tokoh penting dalam pengamanan Pancasila, yaitu Abdul Haris Nasution. Justru Beliau belum dikenang sebagai salah satu nama jalan," kata Anies di Balai Kota Jakarta, Selasa, 30 Januari 2018.

Menurut Anies, dengan mengabadikan nama pahlawan menjadi nama jalan, maka akan mengingatkan masyarakat akan peran dan jasa pahlawan tersebut.

"Nama jalan tentu simbolik, tapi akan mengingatkan akan perannya, dan kita ingat di periode kritis, AH Nasution mengambil peran yang penting," kata Anies.

Namun baru sehari bergulir, rencana itu langsung menuai protes. Atas nama sejarah dan asal usul dari nama Warung Buncit dan Mampang.

Persoalan muncul karena masyarakat setempat tidak pernah dilibatkan dan diajak bicara mengenai hal itu. Selain itu, nama baru justru disematkan kenapa nama jalan yang sudah lama dikenal dan diketahui luas masyarakat.

Sejumlah sumber menyebutkan, nama Jalan Buncit Raya yang juga sering disebut Warung Buncit berasal dari nama seorang keturunan Tionghoa yang memiliki warung kelontong di kawasan itu, bernama Koh Boen Tjit.

Namun, kata penulis buku Asal Usul Nama Tempat di Jakarta, Rachmat Ruchiat, kebenaran asal-usul nama itu belum bisa dipastikan karena hingga saat ini belum ada sumber yang jelas. Cerita soal Koh Boen Tjit hanya merupakan cerita turun-temurun di kalangan masyarakat Betawi.

"Tentang Warung Buncit tidak jelas. Ada yang menyebut, itu merupakan nama warung milik Tionghoa bernama Bun Cit. Info lain menyebutkan, pemilik warung berperut buncit. Begitu juga Mampang, belum tahu asal-usulnya," ujar Rachmat saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 31 Januari 2018.

Yang tercatat dalam Regeeringsalmanak tahun 1881, lanjut Rachmat, kawasan itu merupakan tanah partikelir dengan tuan tanahnya bernama Said Aidit dan Said Hoesin. Siapa Said Aidit dan Said Hoesin?

"Orang Arab kaya, seperti Basalamah tuan tanah Menteng," jawab Rachmat. Pada awal abad ke-20, ungkap Rachmat, tanah di kawasan Mampang dan Warung Buncit dibeli oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah dibeli kawasan itu kemudian dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Meester Cornelis, Kewedanan dan Kecamatan Kebayoran.

"Dahulu penduduk Mampang umumnya orang Betawi, petani penggarap, produksi utamanya padi dan kelapa," jelas Rachmat.

Masih kata Racmat, dulu yang ada hanya Mampang saja, sedangkan Warung Buncit merupakan nama sebuah kampung kecil di kawasan Mampang tersebut.

Mampang, ucap Rachmat, berasal dari nama kali. "Kali Mampang, berhulu di Kebun Binatang Ragunan, bermuara pada Kali Krukut di Kompleks Satria Mandala," Rachmat membeberkan. 

Tercatat tanggal 2 Desember 1695, wilayah dari hulu sampai muara Mampang tersebut merupakan milik H.L Cardeel alias Pangeran Wiraguna.    

Sementara menurut peneliti kebudayaan Betawi, Yahya Andi Saputra, Mampang merupakan nama pohon yang dulu banyak tumbuh di kawasan itu. "Lengkapnya Jalu Mampang. Latinnya Monstera pertusa Auct," ujar Yahya.

 

Keluarga AH Nasution Mendukung

Peringati Peristiwa G30S, Bekas Rumah AH Nasution Diserbu Warga
Foto Jendral AH Nasution yang dipajang di Museum AH Nasution di Menteng, Jakarta, Sabtu (30/9). Para pengunjung datang untuk melihat diorama kejadian penembakan jendral yang berhasil lolos tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Cucu Jenderal AH Nasution, Marina Nasution, mengaku terkejut dengan adanya penolakan itu. Dia menegaskan permintaan itu bukan datang dari pihak keluarga, melainkan dari Ikatan Keluarga Besar Nasution.

"Bukan dari Oma atau Mama saya ya. Orang banyak yang mendesak kenapa tidak ada Jalan Nasution. Ini permintaan Ikatan Keluarga Besar Nasution," ujar Marina kepada Liputan6.com, Rabu, 31 Januari 2018.

Menurut dia, keinginan tersebut untuk mengenang jasa Jenderal AH Nasution dalam membela bangsa dan negara.

"Jenderal besar kan hanya ada tiga. Jenderal Soedirman sudah ada nama jalannya, kalau Soeharto kan masih pro-kontra ya. Tapi nama Opa saya belum ada," tutur Marina.

Marina mengatakan, rencana ini sudah lama diusulkan oleh Ikatan Keluarga Besar Nasution. "Kalau saya enggak salah dari 2004, waktu pemerintahan Pak SBY. Waktu itu diusulkan langsung ke DPR," ungkap Marina.

Namun, kata Marina, ada kendala, yakni saat menentukan lokasi jalan yang tepat. Dia mengatakan, nama seorang jenderal besar harus ditempatkan di sebuh jalan protokol. Untuk itu, Jalan Rasuna Said-TB Simatupang dianggap sebagai pilihan yang tepat.

Nama Jalan AH Nasution sendiri sudah ada di Bandung dan Medan. Saat ini pembangunan bandara di Medan yang mengusung nama Jenderal AH Nasution pun sedang berlangsung. Maka dari itu, Marina merasa penting menghadirkan nama sang jenderal besar di jalanan Ibu Kota negara.

Dengan rencana pergantian ini, Marina berharap jasa sang kakek bisa dikenang oleh banyak orang, terutama generasi muda yang saat ini sering abai dengan sejarah. "Keluarga tetap mendukung rencana ini ya. Kami bersyukur juga kepada pemerintah Republik Indonesia yang mau mewujudkan," ucap Marina.

"Mereka boleh pro dan kontra, tapi jasa Opa saya besar untuk negara ini. Yang harus mereka sadari, ini adalah pahlawan mereka semua," ucap Marina.

Saksikan Video Berikut: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya