Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) tengah menyidik beberapa calon kepala daerah. Satu di antaranya sudah diumumkan KPK Jumat 16 Maret lalu. Calon gubernur Maluku Utara ditetapkan sebagai tersangka korupsi pembangunan bandara.
Seperti ditayangkan Liputan6 Pagi SCTV, dalam Kopi Pagi, Minggu (18/3/2018), koruptor terus disikat oleh KPK termasuk para calon kepala daerah. Di awal Maret ini, KPK menangkap tangan Calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun. Ironisnya, Asrun ditangkap bersama anaknya Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra karena diduga menerima uang suap.
Meski sudah ditangkap, para tersangka sempat menyembunyikan sebagian besar uang suap.
Advertisement
Setelah delapan hari pencarian, uang suap akhirnya ditemukan KPK di rumah teman tersangka Adriatma di Perumahan Beringin, Kelurahan Lepo-lepo, Kota Kendari. Uang sebesar Rp 2,8 miliar yang diduga sebagai suap ini sulit dilacak KPK karena selalu berpindah-pindah tangan dan tempat. Uang suap ini bahkan sempat dibawa ke kawasan hutan agar tidak terdeteksi KPK.
Sepanjang awal 2018, KPK melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) terhadap sejumlah calon kepala daerah. Calon petahana Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko ditangkap KPK setelah menerima suap pengurusan jabatan kepala dinas kesehatan Jombang.
11 Februari 2018, Bupati Ngada Marianus Sae yang menjadi calon gubernur NTT (Nusa Tenggara Timur) ditangkap karena diduga menerima suap proyek infrastruktur sebesar Rp 4,1 miliar.
Calon Petahana Bupati Subang Imas Aryumningsih ditangkap karena menerima suap pengurusan izin perusahaan. Imas jadi bupati menggantikan bupati Subang sebelumnya yang juga ditangkap KPK.
Bupati Lampung Tengah Mustafa yang mencalonkan diri sebagai gubernur Lampung juga ditangkap karena kasus suap terhadap wakil dan anggota DPRD Lampung Tengah. Suap diberikan untuk muluskan pinjaman dana Rp 300 miliar.
Kemudian, Cagub Sulawesi Tenggara Asrun yang menerima uang suap dari rekanan pemerintah kota Kendari seperti calon lainnya. Uang suap yang diperoleh dari anaknya itu akan digunakan untuk biaya kampanye.
Tidak hanya melalui OTT, KPK juga tengah mengusut kasus korupsi beberapa calon kepala daerah lainnya yang hampir pasti jadi tersangka. Satu di antaranya diumumkan KPK Jumat 16 Maret lalu.
Cagub Maluku Utara Ahmad Mus ditetapkan sebagai tersangka korupsi lahan Bandara Bobong pada APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Sula, tahun 2009 dengan kerugian negara Rp 3,4 miliar.
Menkopolhukam Wiranto justru tidak sependapat dengan KPK. Ia meminta KPK untuk menunda penetapan sejumlah calon kepala daerah sebagai tersangka untuk menjaga kelancaran pilkada serentak 2018. Jaksa Agung dan Kapolri sependapat dengan Wiranto.
Dalam 2,5 bulan tahun 2018 ini, sedikitnya sembilan kepala daerah jadi tersangka korupsi. Dalam catatan Kemendagri, dalam rentang tahun 2004 hingga 2017 ada 313 kepala daerah tersangkut kasus korupsi.
Koordinator Divisi Politik ICW (Indonesia Corruption Watch) Donal Fariz menilai maraknya praktek korupsi kepala daerah salah satunya adalah karena mahalnya biaya pencalonan pada partai politik.
Bagaimana pendapat masyarakat dengan polemik ini. Setujukah warga pengusutan kasus korupsi calon kepala daerah dihentikan sementara atau tetap diusut oleh KPK?