Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi II DPR Fraksi Golkar Ace Hasan Sadzily mengatakan, tindakan pemalsuan data kader untuk pendaftaran pemilu berpotensi masuk ranah pidana. Pernyataan ini disampaikan Ace setelah seorang warga di Depok mengadu namanya dicatut sebagai kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dia menyarankan KPUD segera melakukan verifikasi atas temuan tersebut.
"Itu seharusnya diserahkan kepada KPUD untuk memverifikasi data tersebut, kalau data tersebut tidak sesuai dengan seharusnya, sudah melakukan kebohongan publik dan itu bisa ditindak pidana," kata Ace di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Jumat 23 Maret 2018.
Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini DPP Golkar ini menyebut, hal itu bisa berakibat pada kepesertaan partai di pemilu. Meski begitu, dia mengatakan, kasus ini tidak akan menggangu jalannya pemilu.
Advertisement
"Itu bisa dipersoalkan, tapi kalau secara kepemiluan tidak mengganggu pemilu," kata dia.
Menanggapi hal ini, anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo menyayangkan yang bersangkutan tidak melapor kepada Bawaslu. Menurut Ratna, persoalan itu memang dapat terindikasi dalam pidana pemilu.
"Jika begitu kasusnya, bisa terindikasi pidana pemilu. Tetapi tidak dilaporkan yah ke Bawaslu," ucap Ratna, ketika dihubungi Liputan6.com, Sabtu (24/3/2018).
Ratna menyatakan, oknum yang melakukan pemalsuan dokumen tersebut dapat dijatuhi hukuman. Namun, ia menegaskan dalam persoalan itu, PSI tidak dapat dikenakan sanksi.
"Tidak (PSI tidak dapat dikenakan sanksi). Karena perbuatan pidana tidak bisa disangsikan kepada partai, tetapi kepada oknum yang melakukan" ujarnya.
Terungkap Saat Didatangi KPUD
Sebelumnya, warga Depok Hasto Harsono, mengaku namanya dicatut oleh PSI sebagai kader. Merasa tidak pernah bergabung, dia melaporkan masalah ini kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Depok. Namanya lantas dicoret dari daftar kader.
Kejadian ini bermula ketika tim KPUD Depok tengah melakukan verifikasi sekitar pertengahan Desember 2017 lalu. Empat orang menyambangi kediaman Hasto di kawasan Tanah Baru, Depok, selepas Magrib. Ketika itu pria 42 tahun ini belum tiba di rumah, hanya ada sang istri, Chrisna Amelia (32), dan anak-anaknya.
Tim verifikasi lantas menunjukkan dokumen surat pernyataan kepada Chrisna bahwa nama suaminya tercantum sebagai kader PSI. Sang istri sontak merasa curiga. Dia meyakini bahwa tulisan dan tanda tangan pada surat itu bukan suaminya.
Padahal dalam surat pernyataan itu juga tercantum fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Hasto. PSI juga sudah membuatkan tanda pengenal. Setelah dihubungi, dokter di sebuah rumah sakit kawasan Kebayoran Baru itu meminta istrinya memfoto dokumen tersebut.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Advertisement