PDIP: Gerakan #2019GantiPresiden Tak Mencerdaskan dalam Berdemokrasi

Gerakan #2019GantiPresiden mendapat kritik dari politikus PDIP, Aria Bima yang terkesan tidak mencerdaskan bangsa dalam pendidikan demokrasi

oleh Fajar Abrori diperbarui 08 Apr 2018, 08:11 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2018, 08:11 WIB
Aria Bima
Politisi PDIP, Aria Bima. (Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Solo - Gerakan #2019GantiPresiden berseliweran di media sosial belakangan ini. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Aria Bima menilai tren tersebut tidak mencerdaskan rakyat dalam berdemokrasi.

"#2019GantiPresiden itu sesuatu yang pemikiran-pemikiranya antagonis tidak didasari oleh sesuatu hal yang rasional," kata Aria Bima yang juga anggota DPR Komisi VI kepada wartawan di sela-sela kegiatan sosialisasi empat pilang kebangsaan di Solo, Sabtu, 7 April 2018.

Menurut Aria Bima, gerakan tagar tersebut yang digaungkan pihak oposisi menjadi sesuatu yang tidak relevan. Bahkan, ia menilai cara seperti itu tidak ikut mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu gerakan itu juga tidak berbicara sesuatu persoalan tantangan bangsa yang ada saat ini, namun hanya sekedar membuat stigma.

"#2019GantiPresiden yang disebarluaskan itu di media sosial itu hanya sekedar dilatarbelakangi keinginan suka dan tidak suka. Tidak berdasarkan dari hasil evaluasi seperti pencapaian kedaulatan pangan, bagaimana capaian membangun bangsa dengan defisit infrastruktur yang ada," kata.

Untuk itu, ia pun mengajak agar semua pihak melihat bagaimana keinginan Presiden Jokowi untuk Indonesia tidak hanya menjadi objek strategis di antara bangsa-bangsa lain. Tetapi menjadi subjek strategis dengan membangun daya saing bangsa terutama di konsepsi kemaritiman.

"Ini yang saya kira penting dicermati, jangan sampai pileg, pilpres besok itu yang terjadi adalah idiom-idiom yang berdampak terhadap penggoblokan masyarakat di dalam melakukan konsolidasi demokrasi di Indonesia," tegasnya.

 

Oposisi Tak Mengolok

Aria Bima mengungkapkan saat menjadi partai oposisi selama 10 tahun pada masa pemerintahan SBY, pihaknya tidak kemudian mengolok-olok dan mencaci maki pemerintah yang ada. Namun, saat itu mereka menyampaikan pemikiran-pemikiran yang di luar pemerintah supaya memberikan pemikiran alternatif kepada rakyat.

"Saat foto Presiden SBY ditaruh di kerbau pada demo dulu, kami sebagai partai oposisi juga protes," ujarnya.

Dia menambahkan setiap bangsa, setiap negara dan setiap zaman selalu melahirkan suatu tantangan. Untuk menyelesaikan tantangan ini dibutuhkan seorang pemimpin yang responsif, visioner, berpikiran antisipatif, terukur dan predictable untuk membawa bangsa ini ke depan dengan persoalan-persoalan yang ada.

"Mau ganti atau tidak, mari kita evaluasi kinerja kepemimpinan Presiden Jokowi. Menurut rakyat sekarang dari berbagai survei, keyakinan publik masih dominan mencapai 54 persen menginginkan Jokowi kembali memimpin," sebutnya.

Dengasi hasil itu, Aria Bima pun mengungkapkan PDIP meresponsnya dengan cepat tatkala rakernas, yakni partai berlambang banteng moncong putih itu kembali mencalonkan Jokowi sebagai Presiden.

"PDIP mencalonkan kembali Presiden Jokowi untuk dua periode. Karena apa, karena merespon rakyat dan dia juga seorang pemimpin yang visioner terukur dan responsif karakter kehendak subjektif Jokowi ini yang membuat tali batin antara rakyat dengan pemimping nyambung," ujarnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya