Hakim Setya Novanto: Unsur Perkaya Diri dan Salahgunakan Jabatan, Terpenuhi

Hakim anggota Emilia Subagja membacakan fakta persidangan yang kemudian menjadi pertimbangan majelis hakim.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Apr 2018, 13:30 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2018, 13:30 WIB
Setya Novanto Jelang Sidang Putusan Kasus E-KTP
Terdakwa korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto bersiap mengikuti sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/4). Sebelumnya, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara dan denda satu milyar rupiah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim sidang kasus e-KTP menyatakan, unsur memperkaya diri sendiri oleh Setya Novanto telah terpenuhi. Penerimaan uang terkait proyek tersebut diperoleh Novanto melalui Made Oka Masagung dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Hakim anggota Emilia Subagja membacakan fakta persidangan yang kemudian menjadi pertimbangan majelis hakim. Transaksi barter yang dilakukan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, selaku Direktur PT Murakabi Sejahtera peserta lelang proyek e-KTP, menjadi landasan hakim adanya unsur memperkaya diri sendiri oleh Novanto.

"Termin ketiga saudara Andi Agustinus alias Andi Narogong diminta terdakwa Setya Novanto eksekusi USD 3,5 juta lewat Anang Sugiana Sudiharjo kepada Made Oka karena khawatir adanya pajak. Andi mengetahui itu saat konfirmasi dari terdakwa Setya Novanto sudah diselesaikan, sepengetahuan Andi uang fee untuk DPR sebesar USD 7 juta," ucap Hakim Emilia di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (24/4/2018).

Dalam pertimbangannya, jumlah transaksi barter yang dilakukan Irvanto ataupun Made Oka melalui money changer sesuai dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada KPK. Yakni USD 3,5 juta melalui Irvanto, dan USD 3,8 juta melalui Made Oka.

"Menurut majelis hakim unsur memperkaya diri sendiri telah terpenuhi menurut hukum," ujar Hakim Frangki Tambuwun melanjutkan.

Sementara itu, unsur menyalahgunakan wewenang juga dianggap majelis hakim telah dilakukan oleh Novanto. Pertimbangannya, Novanto dengan leluasa mengenalkan Andi Agustinus alias Andi Narogong ke beberapa anggota DPR khususnya di Komisi II DPR atas pelaksanaan pengerjaan proyek dengan anggaran Rp 5,9 triliun itu.

Tindakan Novanto, menurut majelis hakim telah menimbulkan persaingan tidak sehat. Terlebih lagi, imbuh Hakim Frangki, selaku ketua fraksi Golkar saat itu, ia memiliki wewenang mengakomodir anggota partai dan alat kelengkapan komisi pada fraksi Golkar.

"Terdakwa Setya Novanto selaku ketua Fraksi Golkar memeiliki kewenangan anggota Fraksi Golkar dan alat kelengkapan. Serta melakukan kebijakan partai di DPR dan mempunyai kewajiban menjalankan tata kelola yang bersih," ujar Frangki.

 

Tuntutan Jaksa

Setya Novanto Jelang Sidang Putusan Kasus E-KTP
Terdakwa korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto (tengah) masuk ruang sidang untuk mengikuti pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (24/4). Sebelumnya, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Pada kasus ini, Jaksa Penuntut Umum pada KPK mendakwa mantan Ketua DPR itu dengan dakwaan alternatif yakni Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai dakwaan pertama.

Sedangkan dakwaan kedua, yakni Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam tuntutan JPU, Novanto dianggap telah memenuhi unsur dakwaan kedua yakni memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan wewenang. Ia dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum pada KPK 16 tahun penjara, denda Rp 1 miliar atau subsider 6 bulan kurungan.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya