Dituntut Hukuman Mati, Tidak Ada Hal Meringankan untuk Aman Abdurrahman

Jaksa menuntut dengan hukuman mati kepada terdakwa Aman Abdurrachman karena dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 18 Mei 2018, 11:05 WIB
Diterbitkan 18 Mei 2018, 11:05 WIB
Oman Rochman alias Aman Abdurrahman
Terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman (kiri bawah) menjalani persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/3). Aman diadili terkait kasus ledakan bom di Jalan Thamrin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Jaksa penuntut umum (JPU) membacakan surat tuntutan terhadap Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Jaksa menuntut terdakwa Aman Abdurrachman dengan hukuman mati karena dinilai terbukti bersalah melanggar pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Selain itu, Aman terbukti melanggar Pasal 14 jo 7

"Menuntut majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa hukuman mati," kata Anita Dewayani membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018).

Menurut Anita, Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal.

Selain itu, Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman bin Ade Sudarma juga sudah merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.

Aman Abdurrahman didakwa telah menyebarkan paham radikal dalam kurun waktu delapan tahun di beberapa tempat, seperti Jakarta, Surabaya, Lamongan, Balikpapan, Samarinda, Medan, Bima, dan Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

"Dalam hal ini tidak ada hal meringankan bagi terdakwa," kata jaksa.

Aman Abdurrahman menyebarkan pemikiran radikalnya dengan bermacam-macam cara. Dalam dakwaan disebutkan, melalui buku karangannya sendiri berjudul Seri Materi Tauhid atau MP3 yang dapat diunduh dari sebuah situs.

 

Kajian Sesat

Oman Rochman alias Aman Abdurrahman
Terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman menjalani persidangan lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/3). Aman diadili terkait kasus ledakan bom di Jalan Thamrin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Isinya antara lain membahas dan memberikan pemahaman kepada orang lain bahwa demokrasi termasuk syirik akbar yang bisa membatalkan keislaman seseorang.

Yang termasuk dalam syirik demokrasi akbar sendiri adalah, menyembah berhala, berdoa kepada selain Allah, berkorban kepada selain Allah, mentaati hukum selain hukum Allah, dan lain lain, sehingga wajib bagi setiap muslim untuk berlepas diri dari sistem syirik demokrasi.

Akibat isi kajian atau ajarannya tersebut, terdakwa dianggap oleh para pengikutnya tersebut sebagai orang yang berani menyuarakan menyampaikan al-haq dan menjadi rujukan dalam hal kajian Tauhid yang kemudian menjadi para pelaku teror.

Ada Zainal Anshori alias Abu Fahry, Abu Zatil alias Fauzan Mubarak, Saiful Muthohir alias Ahmad Hariyadi alias Abu Gar, Adi Jihadi alias Adi, Ahmad Suprianto alias Ahmad, Dodi Suridi alias Ibnu Arsad, dan Kiki Muhammad Iqbal alias Ikbal.

Selain itu, Joko Sugito alias Abu Adam, Yadi Supriadi alias Abu Arkom, dan Syawaluddin Pakpahan alias Abu Fadilah alias Rahmat Parlindungan bin Herman Pakpahan dan Muhammad Ikbal Tanjung alias Ikbal.

Mereka semua terlibat di dalam serangkaian aksi teror. Antara lain, Bom Thamrin (2016), Bom Gereja Oikumene di Samarinda tahun (2016), dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017) serta Bom Kampung Melayu (2017).

Aksi itu menimbulkan banyak korban meninggal dunia dan luka berat dari masyarakat dan aparat Polri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya