Soal Daftar 200 Mubalig, Jokowi Serahkan ke Kemenag

Nama-nama mubalig yang dirilis Kemenag dinilai berkompeten dan memiliki reputasi baik dalam menyiarkan ajaran agama.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 24 Mei 2018, 06:47 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2018, 06:47 WIB
Hari Kedua Ramadan, Jokowi Buka Puasa Bersama Tokoh Agama dan Pengusaha
Presiden Jokowi memberi sambutan saat buka puasa bersama di Istana Negara, Jakarta, Jumat (18/5). Tamu undangan terdiri dari pimpinan lembaga negara, menteri Kabinet Kerja, tokoh agama Islam, Kadin Indonesia, dan Apindo. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) merilis daftar nama mubalig atau penyiar agama Islam yang direkomendasikan. Jumlahnya mencapai 200 mubalig. Belakangan, langkah Kemenag ini menuai kontra dari sejumlah pihak.

Presiden Jokowi mengaku menyerahkan sepenuhnya masalah daftar mubalig ke Kementerian Agama. "Ditanyakan ke Kementerian Agama saja," kata Jokowi di DPR Partai Golkar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 23 Mei 2018.

Sebelumnya, nama-nama mubalig yang dirilis Kemenag dinilai berkompeten dan memiliki reputasi baik dalam menyiarkan ajaran agama.

Ada kriteria yang diterapkan untuk masuk dalam deretan nama-nama itu. Sang mubalig harus memiliki kompetensi keilmuan agama yang mumpuni, reputasi baik, dan berkomitmen kebangsaan tinggi.

"Nah atas dasar itulah kami merilis 200 nama penceramah tersebut. Yang harus menjadi catatan kita semua adalah bahwa ini adalah rilis yang pertama dan bukan satu-satunya," tegas Menteri Agama Lukman, Jumat 18 Mei 2018.

Buat Umat Terkotak

sepeda
Presiden Jokowi saat mengunjungi Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat. (Biro Setpres)

Sejumlah pihak menilai, kebijakan pembuatan daftar 200 penceramah dapat membuat umat terpecah dan terkotak-kotak. Selain itu, masalah ini juga dianggap bukan ranahnya Kementerian Agama.

"Tugas pemerintah ini bikin infrastruktur, suruh kenyang rakyat, suruh orang berpendidikan supaya orang makin cerdas, makin rasional dan ilmiah dan yang tidak cerdas makin pintar,” kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Jakarta Pusat, Minggu 20 Mei 2018.

Menurut Fahri, pemerintah belum memahami sistem demokrasi yang digunakan selama ini. Ia menilai rekomendasi penceramah seharusnya dilakukan lembaga pendidikan khusus.

"Sertifikasi (penceramah) itu ada di lembaga pendidikan, kalau ulama ada di Majelis Ulama, ada serikat asosiasinya, jangan negara mau mengontrol pikiran orang," ucap Fahri dengan nada kesal.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya