Perludem: Uji Materi Masa Jabatan Wapres Lemahkan Reformasi

Sebab, dalam reformasi telah mengamanatkan masa jabatan presiden dan wakilnya hanya maksimal dua periode.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jul 2018, 07:33 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2018, 07:33 WIB
Jokowi-Jusuf Kalla-SBY
Presiden Joko Widodo bersama Wapres Jusuf Kalla saat menjenguk Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sedang dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, (19/7). (Liputan6.com/Pool/Biro Pers Setpres)

Liputan6.com, Jakarta - Aturan masa jabatan wakil presiden tengah diuji di Mahkamah Konstitusi oleh Partai Perindo demi mengupayakan Jusuf Kalla (JK) sebagai pendamping Joko Widodo untuk kedua kalinya. JK sendiri menyatakan menjadi pihak terkait dalam uji materi tersebut.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut uji materi tersebut sebagai upaya melemahkan semangat reformasi dan demokrasi. Sebab, dalam reformasi telah mengamanatkan masa jabatan presiden dan wakilnya hanya maksimal dua periode.

"Apa yang dilakukan oleh JK itu melemahkan semangat reformasi dan upaya demokratisasi Indonesia," kata Titi ketika dihubungi, Sabtu (21/7/2018).

"Jadi kalau itu dipaksakan maka itu menjadi kemunduran demokrasi. Melemahkan semangat reformasi dan mengganggu proses demokratisasi yang sedang berjalan," imbuh dia.

Titi menjelaskan, tidak ada multitafsir dalam Pasal 7 UUD 45 tentang masa jabatan tersebut. Ditambah dari sisi tujuan dibentuknya undang-undang juga sudah jelas agar tidak ada upaya pelanggengan kekuasaan.

"Jadi tidak ada lagi tafsir atas masa jabatan wakil presiden karena konstitusi dari sisi teksnya sudah jelas masa jabatan wakil presiden hanya dua kali. Mengapa pembatasan itu diperlukan karena banyak alasan, pertama untuk suksesi politik," jelasnya.

Dia menambahkan, masa jabatan dibatasi lantaran menghindari penyalahgunaan kewenangan eksekutif. Pembatasan itu salah satu cara untuk mencegah perluasan kekuasaan.

"Kedua menghindari penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan karena kekuasaan yang bercokol terus menerus. Ancaman demokrasi itu perluasan kekuasaan eksekutif yang pintu masuknya penghapusan masa jabatan," ujar Titi.

Dia yakin hakim konstitusi bakal menolak uji materi tersebut. Menurutnya argumentasi bahwa wakil presiden sebagai pembantu presiden disamakan dengan menteri adalah suatu kekeliruan.

"Wapres kan bukan diangkat dalam jabatan politik yang merupakan hak prerogatif presiden, tapi dipilih dalam satu pasangan dengan Presiden dipilih rakyat, itu saja sudah berbeda. Bagi kami jelas teksnya, jelas norma itu," pungkas Titi.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya